Selasa, 07 November 2017

BIOGRAFI (Al-Nazzam)



 BIOGRAFI (Al-Nazzam)

Diajukan untuk memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah : Teologi Islam
Dosen Pengampu : Naila Farah,M.Ag



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI
CIREBON
2014



Kata Pengantar

            Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas  Rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas Teologi Islam.
            Makalah ini disusun berdasarkan Kurikulum Standar dan dapat disajikan dengan gaya pemaparan yang akrab agar mudah untuk dipelajari.
Kami menyadari segala kekurangan dari penyusunan makalah ini, baik materi maupun bahasa, namun demikian kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang berarti bagi sumber pembaca.
Untuk itu sudah selayaknya kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada Ibu Dosen Mata Kuliah Teologi Islam yang telah memberikan suatu kepercayaan kepada penulis untuk membuat makalah yang berjudul Al-Nazzam.
Kami pun menyadari bahwa dalam makalah yang telah dibuat ini masih banyak kesalahan yang harus diperbaiki, oleh karena itu kami mangharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang budiman agar dalam pembuatan makalah yang berikutnya tidak terjadi kesalahan serupa.
Akhirnya mudah-mudahan dengan membaca Makalah ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat. Amin

Terimakasih

Cirebon, 30 April 2014

Penulis


BAB I
Pendahuluan

A.    Latar Belakang
Peristiwa Tahkim yang terjadi dalam perang Siffin antara pihak Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyyah merupakan tonggak munculnya perpecahan dikalangan kaum Muslim menjadi beberapa golongan (mazhab). Perpecahan terjadi pada pihak Ali hal tersebut didasarkan atas kekecewaan sebagian pengikut Ali atas sikap Ali yang menerima tipu muslihat ‘Amr al-As untuk mengadakan Arbitrasi. Sehingga dalam hal tersebut terjadilah suatu perpecahan antar golongan tersebut, yang dimana terbentuknya suatu aliran-aliran seperti halnya Khawarij, Murji’ah, Qadariyah, Jabariyah, Mu’tazilah, dan Syiah.
Perpecahan umat muslim di atas ternyata memberikan implikasi pada munculnya perbedaan pemikiran tentang akidah yaitu teologi (kalam), dan mereka telah membuat mazhab sendiri, mereka adalah mazhab Mu’tazilah, Jabbariyah, dan Ahlussunah.
Kaum mu’tazilah muncul sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij dengan Murji’ah berkenaan tentang orang mukmin yang berdosa besar, sehingga mereka banyak memakai akal sehingga mendapat nama “kaum rasionalis Islam”.
Al-Nazzam (845M/231H) merupakan salah satu tokoh dari aliran Mu’tazilah yang mendalam pikirannya. Ia juga dikenal dengan pendapat-pendapatnya yang jauh dari adab. Sehingga hal tersebut Al-Nazzam dapat menuangkan pokok-pokok pikiran yang mencakup ide-ide yang cermat, yang dimana  di tuangkan dalam karya-karyanya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah Biografi Al-Nazzam ?
2.      Apa saja pokok-pokok pikiran dari Al-Nazzam?
C.     Tujuan Makalah
1.      Untuk mengetahui biografi Al-Nazzam
2.      Dapat mengetahui pokok-pokok pikiran dari Al-Nazzam

BAB II
BIOGRAFI
A.     Al-Nazzam
       Abu Ishaq Ibrahim b. Sayyar, yang disebut Al-Nazzam adalah filosof pertama dari kalangan Mu’tazilah yang paling mendalam pemikirannya. Paling berani, paling banyak berfikir merdeka disamping orisinil pendapatnya diantara mereka. Al-Nazzam adalah anak saudara perempuan Abu Huzail Al-Allaf dan muridnya sekaligus. Al-Nazzam sejalan dengan Al-Allaf dalam hal keluasan cakrawala, kefasihan lisan dan kekuatan berargumentasi.
       Al-Nazzam dilahirkan dan dibesarkan di Basrah,[1] kemudian mengembara di pusat-pusat peradaban islam. Akhirnya, ia berdomisili di Baghdad. Ia dinisbatkan kepada Balkh, sebuah kota yang beberapa abad sebelum Islam sudah mengenal kebudayaan Yunani. Juga sebagai kota dimana berbagai aliran dan agama Timur klasik, seperti Zoloaster, Mana’iah dan Kristen, hidup berdampingan.[2] Dia hidup di masa pemerintahan khalifah Al-Ma’mun dan Al-Mu’tashim. Dia adalah seorang sastrawan dan penyair terkemuka, ia pun mempelajari dan memahami betul filsafat Yunani.Al-Nazzam tidak diberi umur panjang seperti gurunya Al-Allaf, ia wafat pada tahun 231/845.[3]Di antara pendapat yang kuat mengatakan bahwa ia meninggal pada usia antara 60-70 tahun. Berkat kecerdasannya ia mampu menguasai dan mengeritik teori-teori yang berkembang di sekitarnya, dan membawa kesimpulan baru. Untuk memperoleh kepastian, ia menggunakan metode keraguan, di samping memanfaatkan eksperimen untuk menguak realitas-realitas baru.
       Ia menolak hal-hal yang berbau kurafat dan mitos. Ia tidak mau menerima hadis-hadis tentang jin dan setan. Ia menggunakan argumentasi logis ilmiah yang matang, dalam bidang filsafat alam khususnya. Ia mempunyai teori-teori yang cermat seperti teori kammun, tafrah (lompatan) dan tadakhul. Ia pun telah mengetengahkan teori penciptaan terus-menerus.[4]

BAB III
PEMBAHASAN

A.     Pokok-pokok Pikiran Al-Nazzam
Dalam masalah sifat-sifat Tuhan, ia berpendapat bahwa konotasi sifat itu selalu saja salbi, negative. Jadi, ‘Allah Maha Tahu’ berarti mempositifisir zat-Nya tetapi menegaskan tidak tahu dari zat-Nya. ‘Ia Maha Kuasa’ berarti mempositifisir zat-Nya tetapi menegaskan ketidak mampuan dari-Nya. Demikian pula halnya dengan sifat-sifat yang lain.
Perbedaan sifat-sifat Tuhan itu disebabkan oleh perbedaan kebalikan dari sifat-sifat itu yang dinegasikan oleh Allah. Perbedaan otu sama sekali tidak mengakibatkan Allah berbilang, karena sifat, kata Al-Allaf bukanlah Zat, tetapi sifat ini mempotifisir Zat dan menegasikan kekurangan dari Zat. Sejalan dengan prinsip al-Salah wa al-Aslah (Tuhan harus melakukan hal yang baik dan yang terbaik), ia beranggapan bahwa Allah tidak menghendaki, tidak mau, bahkan tidak mampu melakukan, kezaliman karena subjek disifati mampu untuk berbuat adil berarti sifat mampu berbuat zalim di negasikan dari dirinya, padahal perbuatan-perbuatan zalim lahir hanya dari sesuatu yang buruk dan kurang. Dengan demikian ia menempuh, bahkan melampaui metode al-Allaf. Pemikiran ini sering kali menyebabkannya dicela bahkan dituduh kafir. Bahkan menurutnya bahwa khendak Tuhan terdapat dua macam, yaitu yang pertama, Kehendak bagi perbuatan_perbuatan Allah , dalam arti menciptakannya, dan yang kedua Kehendak bagi perbuatan-perbuatan makhluk, dalam arti memerintahkan atau melarang agar tidak dilakuakan.[5]
Ada pun pokok-pokok pikiran al-Nazzamyaitu diantaranya :
1.      Tentang benda (jisim), selain gerak, semuanya yang ada disebut jisim, termasuk bau, warna , dan lain-lain.
2.      Tidak mengakui adanya bagian-bagian yang tidak dapat dibagi-bagi.
3.      Teori lompatan (tafrah) yaitu bahwa sesuatu benda dapat berada pada tempat pertama, kedua kemudian langsung kepada ketempat ke-10.
4.      Tidak ada diam, pada hakekatnya semua yang ada bergerak.
5.      Hakekat manusia, hakekatnya adalah jiwanya, bukan badannya.
6.      Berkumpulnya kontradiksi dalam suatu tempat, menunjukkannya adanya Allah.
7.      Teori sembunyi (kumun), Allah menciptakan makhluk sekaligus dalam waktu yang sama.
8.      Berita yang benar adalah terletak dalam pemberitaan hal-hal yang ghaib.[6]

Al-nazzam pun mempelajari dan memahami betul filsafat Yunani dan ilmunya ini banyak diterapkan dalam karya-karyanya. Ide-ide utamanya adalah sebagai berikut :[7]
1)      Tuhan Tidak Berkuasa Berbuat Jahat
Allah tidak berkuasa sama sekali untuk berbuat jahat dan dosa. Mu’tazilah lainnya tidakmengingkari kekuasaan itu, namun mengingkari tindakan-Nya untuk menciptakan kejahatan. Menurut mereka, Allah itu berkuasa atas atau untuk berbuat jahat tetapi Dia tidak menggunakan kekuasaan untuk berbuat jahat itu. Al-Nazzam berbeda dari mereka,ia mengatakan bahwa bila kejahatan atau dosa adalah sifat dari esensi sesuatu, maka ada kemungkinan terjadinya kejahatan atau kekuasaan untuk menciptakan kejahatan itu sendiri adalah kejahatan. Jadi, kejahatan itu tidak diatributkankepada Tuhan, sebab Dia adalah pelaku keadilan dan kebajikan. Begitu pula, al-Nazzam berpendapat bahwa di kehidupan akhirat pun, Allah tidak dapat mengurangi dan tidak pula menambah siksaan untuk penghuni neraka dan tidak menambah serta mengurangi pahala untuk penduduk surge. Dia juga tidak dapat mengelurkan mereka dari surge dan neraka.
Tuhan yang mutlak baik dan mutlak adil, tidak mungkin menciptakan kejahatan. Selain itu, jika Allah berkuasa atas berbuat jahat , maka mestilah bahwa Dia itu bodoh dan miskin (lemah). Namun ini mustahil, jadi konsekuensi dari padanya juga mustahil.
Benar sekali jika Tuhan itu Maha Bijaksana, jadi jika Dia menimbulkan suatu kejahatan, maka itu berarti bahwa Dia membutuhkannya. Jika tidak, mustahil Dia akan membuat kejahatan itu. Namun karena tidak masuk akal bila kita piker bahwa Tuhan memerlukan kejahatan, maka mustahil pula Dia menciptakannya.

2)      Mengingkari Kehendak Allah
 Selain kekuasaan untuk berbuat dan perbuatan, al-Nazzam juga tidak mempercayai bahwa Tuhan punya kehendak, yang memiliki prioritas atas kekuasaan dan perbuatan. Dia berpendapat, jika kita berpaham Dia mempunyai kehendak, berarti Allah itu menciptakan sesuatu menurut pengetahuan-Nya. Kehendak-Nya itu identikdengan berbuat-Nya, dan bila dikatakan bahwa Tuhan menghendaki perbuatan manusia, itu sama artinya dengan Dia menyuruh manusia untuk berbuat atau melakukan perbuatan itu.
Al-Nazzam mengingkari kehendak Tuhan karena menurutnya kehendak berarti keinginan. Jadi, orang yang menghendaki berarti kekurangan atau memerlukan sesuatu yang dikehendakinya, dank arena tuhan itu tidak bergantung sama sekali kepada semua makhluk-Nya, maka dia tidak kekurangan atau tidak memerlukan apa pun. Karenanya, Dia tidak berkehendak. Karena itu pula, kehendak Tuhan betul-betul berkonotasi dengan perbuatan atau perintah-Nya yang diembankan kepada manusia.

3) Setiap Partikel dapat Dibagi ad infinitum
Al-Nazzam percaya bahwa setiap partikel dapat dibagi secara tak terhingga (ad infinitum). Maksudnya adalah bahwa setiap tubuh terdiri partikel-partikel yang dapat dibagi-bagi sampai tidak terhingga, tegasnya setiap setengah dari setengah akan menjadi setengah dari setengah yang lainnya. Pada proses pembagian itu, kita tidak akan mencapai suatu batasan, yakni tidak akan sampai dapat mengatakan bahwa partikel itu tidak dapat dibagi-bagi lagi menjadi setengah-setengah.
Di antara para filosof Yunani, Parmenides dan Zeno bahwa mereka mengingkari adanya suatu gerak, mereka tidak dapat mengatakan sebagi tidak benar terhadap adanya gerakkan yang dapat diamatidan merupakan suatu fakta, sehingga mereka mengklaim bahwa persepsi tidak dapat menunjukkan realita. Mereka berpendapat bahwa indra bukanlah alat untuk mencapai pengetahuan yang riil dan idra suka menipu, dan alam fenomena hanyalah illusi, fatamorgana. Alam nyata adalah alam rasional, pengetahuan mengetahui alam nyata itu hanya didapat dengan akal, dimana tidak ada pluralitas dan multiplisitas (keragaman dan ketergandaan) dan tidak ada pula perubahan gerakkan.
Al-Nazzam tidak mau menerima solusi dari para filosof Yunani itu, namun untuk menyingkirkan kerumitan itu dia menyuguhkan teori thafrah. Kata thafrah berarti loncat, artinya bahwa sesuatu yang bergerak pasti melaju dari satu titik jarak ke titik jarak lainnya dengan suatu cara tertentu sehingga diantara kedua titik jarak ini terdapat sejumlah titik yang dilalui. Ini merupakan suatu antisipasi bagi doktrin yang kini disebut doktrin “loncatan kuantum”.
4)   Ketersembunyian dan Kenampakan (Kumun wa Buruz)
Menurut Al-Nazzam, kreasi mesti dipandang sebagai suatu tindakkan Tuhan yang dengannya segala sesuatu menjadi ada secara simultan dan berada dalam keadaan ketersembunyian (kumun). Dari keadaan inilah, semua sesuatu yang ada seperti mineral, tumbuhan, hewan, dan manusia, mengalami evolusi sesuai dengan proses zaman. Apapun prioritas dan posterioritasnya, yang ada hanyalah penampakan dan bukan kelahiran. Segala sesuatu menjadi ada dalam waktu sama, namun sebelumnya segala sesuatu itu tersembunyi sampi tiba waktunya untuk menampakkan diri, dan jika sudah tiba waktunya, semua sesuatu itu akan terlepas dari keadaan ketersembunyian menuju keadaan penampakan. Doktrin ini bertentangan langsung dengan pandangan Asy’ariyyah  yang menegaskan bahwa Tuhan menciptakan suatu waktu, banyak sesuatu pada banyak waktu.

5)      Materialisme Al-Nazzam
Menurut Al-Nazzam, dan juga menurut orang-orang Mu’tazilah sebelum dan sesudahnya, wujud nyata pada setiap manusia adalah ruh, dan jisim atau tubuh hanyalah instrumen. Namun ruh menuruh al-Nazzam, adalah tubuh halus yang bersemayam pada raga wadag (physical body), seperti halnya harum bersemayam pada bunga, susu mentega atau minyak wijen. Abu Manshur Abd al-Qahir b. Thahir, dalam karyanya al-Farq bain al-Firaq membahas teori ini secara kritis dan berupaya membantahnya.
Di antara para pengikut al-Nazzam, berikut ini adalah yang terkenal: Muhammad b. Syaib, Abu Syumar, Yunus b. ‘Imran , Ahmad b. Hayat, Bisyr b. Al-Mu’tamir, dan Tsamamah b. Asyras. Ahmad b. Hayat yang menyertai Al-Nazzam berpendirian bahwa tuhan ada dua: tuhan sang pencipta yang kekal, dan tuhan diciptakan yakni Yesus Kristus b. Maryam. Dia memandang Yesus putera Allah. Karena keyakinannya ini, maka dia di pandang keluar dari Islam. Menurut keyakinannya kristus di akhirat akan meminta makhluk unuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di dunia ini, dan untuk mendukung klaimnya itu Ahmad b. Hayat mengutip ayat, “Akankah mereka menunggu sampai Tuhan dating kepada mereka dalam gumpalan awan?”. Ada sebuah Hadist, ketika melihat bulan tanggal 14 bulan Qamariyyah, dimana dikatakan Nabi, “Kalian akan melihat Tuhan kalian seperti bulan ini.” Ahmad b. Hayat membelokkan arti hadist ini dengan menyatakan bahwa kata Tuhan disini mengacu kepada Yesus. Dia juga mempercayai ingkarnasi sebab, menurutnya, ruh Tuhan itu beringkarnasi kedalam raga para Imam.
Fadhl al-Hadatsi, yang merupakan murid al-Nazzam juga, berkeyakinan sama dengan Ahmad b. Hayat. Dia dan para pengikutnya mempercayai adanya transmigrasi ruh. Menurut mereka, di alam lain Tuhan menciptakan hewan sebagai makhluk yang dewasa dan bijaksana, diberi banyak anugrah serta pengetahuan. Lalu Tuhan menguji mereka dan memerintahkan kepada mereka untuk mensyukuri anugrah Tuhan itu. Sebagian mematuhi perintah-Nya dan sebagian tidak. Tuhan membalas makhluk-Nya yang bersyukur dengan surga dan yang tidak bersyukur dengan neraka. Sebagian dari mereka ada yang mematuhi dan sebagian ada yang tidak. Mereka diturunkan di dunia, di beri raga wadag (jasmani) dan, sesuai banyaknya dosa, ditimpa kesedihan dan duka cita, senang dan suka cita. Orang-orang yang tidak banyak berdosa mematuhi sebagian besar perintah Tuhan diberi wajah yang indah dan hukuman yang ringan. Tapi mereka yang hanya sedikit beramal baik dan banyak berbuat dosa diberi wajah yang jelek dan diberi siksaan yang keras. Selama suatu makhluk tidak di bersihkan dari segala dosanya, maka bentuknya akan selalu brubah.[8]

BAB IV
Penutup

Kesimpulan
            Al-Nazzam adalah filosof pertama dari kalangan Mu’tazilah yang paling mendalam pemikirannya. Paling berani, paling banyak berfikir merdeka disamping orisinil pendapatnya diantara mereka. Al-Nazzam dilahirkan dan dibesarkan di Basrah, lalu ia pun akhirnya berdomisili di Baghdad. Ia juga merupakan seorang sastrawan dan penyair terkemuka, ia pun mempelajari dan memahami betul filsafat Yunani. Ia wafat pada tahun 231/845, pada usia antara 60-70 tahun.
            Ia menggunakan argumentasi logis ilmiah yang matang, dalam bidang filsafat alam khususnya. Ada pun pokok-pokok pikiran al-Nazzam yaitu diantaranya Tuhan Tidak Berkuasa Berbuat Jahat, Mengingkari Kehendak Allah, Setiap Partikel dapat Dibagi ad infinitum, Ketersembunyian dan Kenampakan (Kumun wa Buruz), Materialisme Al-Nazzam.









Daftar Pustaka

Sharif, Aliran-Aliran Filsafat Islam,Bandung,Nuansa Candika,2004
Madkour Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam,Jakarta,Bumi Aksara,2004
Mustopa, Mazhab-Mazhab Ilmu Kalam,Cirebon,Nurjati IAIN-Publisher,2011
M. Muhaimin, Ilmu Kalam Sejarah dan Aliran-Aliran,Semarng,IAIAN Press,1999


[1]Mustopa, Mazhab-mazhab ilmu kalam, hlm 41
[2]YudianWahyudiAsmin, AlirandanTeoriFilsafat Islam, hlm 55
[3]Sharif, Aliran-aliranFilsafat Islam, hlm 28
[4]YudianWahyudiAsmin, AlirandanTeoriFilsafat Islam, hlm 55

[5]Ibid, hlm 56-57
[6]M. muhaimin, Ilmukalamsejarahdanaliran-aliran , hlm 118
[7]Sharif, Aliran-aliranFilsafat Islam, hlm 28

[8]Ibid, hlm 28-34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar