LAPORAN HASIL WAWANCARA
Diajukan
untuk Memenuhi Tugas Individu
Mata
Kuliah: Sejarah Lisan
Dosen Pengampu: Didin Nurul Rosyidin, MA, Phd,
Disusun
oleh :
Nur Faozah (1413312005)
Smt
IV/SPI
FAKULTAS
USHULUDDIN ADAB DAKWAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON
2014
SEJARAH SESEPUH DESA SUKAWERA DAN MASUKNYA AJARAN
KITAB TARAJUMAH
Berawal dari rasa
penasaran saya dengan tanah kelahiran saya sendiri dan ajaran kitab tarajumah di
desa sukawera kecamatan kertasemaya, kabupaten Indramayu. Saya mencoba mencari
sumber yang sekiranya tepat dan dapat mengenai sasaran. Saya memutuskan untuk
datang ketempat narasumber yang pertama, dimana narasumber sendiri adalah
seseorang keturunan dari sesepuh desa sukawera itu sendiri.
Ketika itu, malam sudah
semakain larut. Tekad saya untuk menemui narasumber yang pertama semakin
menipis. Apalagi, besok saya harus kembali ke kampus untuk kembali menuntut
ilmu. Jam mulai menunjukkan pukul 20.15 WIB. lebih tepatnya, waktu seperti ini
tidak tepat untuk keluar sendirian. Apalagi, narasumber sendiri hanya tinggal
sendirian tanpa sanak saudara. Jika kesana sendirian, tentunya akan menimbulkan
munculnya berbagai fitnah.
Untuk menangkis hal
seperti itu, ayah saya akhirnya mengajak dan bersedia menemani saya untuk
datang kesana. Dengan membawa beberapa lembar uang dan peralatan wawancara,
seperti Hp, kertas dan pulpen, kami memulai
untuk berangkat bersama. Gelapnya malam dan bintang yang bertebaran di angkasa,
menemani langkah kaki kecil kita di malam yang sendu itu. Setelah beberapa
menit kami menghabiskan waktu diperjalan, akhirnya kami sampai di tempat
tujuan.
Tak lama kemudian, ayah
saya langsung mengetuk pintu untuk memastikan apakah beliau sudah tidur ataukah
mesih melek. Setelah lama mengetuk
pintu, akhirnya narasumber membukakan pintu untuk kami. Beliau mempersilahkan
kami untuk duduk dan menanyakan keperluan kami. Ayah saya pun langsung to the point menjelaskan apa maksud kami
kesini. Berhubung narasumber kami adalah sesepuh atau orang terpandang di desa
ini, saya hanya menyimak dan memberikan sedikit pertanyaan. Beliau juga ketika
kami mewawancarai ternyata dari awal sampai akhir bahasanya memakai bahasa
jawa, namun berhubung bapa bukan orang jawa, jadi saya langsung mentranslit memakai bahasa indonesia
saja, untuk memudahkan pembaca yang lain.
Pewawancara : kira-kira saya boleh
merekam pembicaraan bapa....?(mencoba untuk sopan)
Narasumber : oh... tidak apa-apa,
silahkan... (mengambil sebatang rokok merk gudang garam)
Pewawancara : bapa
kalo tidak keberatan, saya ingin tahu sejarah sesepuh desa ini, kira-kira
bagaimana kronologinya?
Narasumber : dahulu...
di desa ini datang sepasang suami istri dari daerah palimanan cirebon yang bertransmigrasi ke desa ini, dan selanjutnya
beranakpinak hingga meninggalnyapun disini. Saya termasuk keturunannya yang ke
5. Namanya mbok buyut dawam (nyi sujinah) dan suaminya ki Hasan soleh. (sembari
menyalakan rokok).
Pewawancara : ohh...
palimanan, apakah beliau dulunya santri di bale rante?(mulai penasaran)
Narasumber :
kalo untuk itu.... bapa kurang paham, paling nanti kalau ada haul bisa nanya
sama wa masiri. Sebenarnnya bapa punya silsilah dari ki Hasan Soleh hingga
sekarang, tapi tidak tau nyelip kemana catatannya... (mulai mencari sesuatu
diatas tumpukan bukunya dimeja)
Pewawancara : di
desa ini katanya ada makam murid k.H Ahmad Rifa’i, apakah ada sangkut pautnya
dengan sesepuh disini ?
Narasumber : ohh....
itu makamnya pa gede idris. Beliau ini besannya ki hasan soleh. konon dahulu
ada pendatang dari santri pekalongan yang ingin meneruskan perjuangan gurunya.
Beliau ini pesantrennya dulu di desa sukalila, namun seiring berjalannya waktu,
santrinya ini di tempatkan di desa sukawera. Dulu desa sukawera itu masih
berupa alas (hutan), setelah pa gede idris datang, alas ini dibuka dan
dibuatlah pesantren disini.
Pewawancara : beliau menyebarkan ajaran gurunya itu
sendirian atau didampingi dengan yang lain ?
Narasumber : pa
gede idris ini punya kaka yang namanya mbah kayyin. Beliau ini seorang jawara
yang tangguh, sehingga kemanapun pa gede idris pergi, mbah kayyin ini selalu
ada dan sudah seperti satpamnya pa gede idris. Apalagi dulu itu masih
zaman-zamannya peperangan dengan bangsa belanda.
Narasumber :
dulu... katanya mbah Rifa’i ini pernah datang kemari dengan mengenakan kuda.
(mencoba bercerita)
Pewawancara : dari
pekalongan sampai kesini pa ?! (sedikit kaget)
Narasumber :
ia.... menjenguk muridnya. Kan zaman dulu g ada mobil g ada motor...
Ayah :
barangkali...mungkin itu saja pa, terimakasih atas pemaparannya. Doakan semoga
anak saya menjadi orang sukses....( mengeluarkan sesuatu dari sakunya)
Narasumber :
amiiin.... lah !!! ini apa sih... udah g ussah...
Ayah :
buat rokok wa... (sembari berjabat tangan)
Narasumber :
hahaha ya udah makasih...
Pewawancara : kami
pamit dulu pa , assalamu’alaikum....
Narasumber : wa’laikum
salaam....
Setelah beberapa menit berbincang-bincang akhirnya
kamipun pulang dengan membawa informasi dan selembar kertas yang berisi
do’a-doa.
Keesokan harinya, saya mencoba menambah imformasi lain
dari narasumber ke dua, yang mahir mengenai kitab tarajumah. Beliau biasa
dipanggil ustadz Nashori, yang merupakan ketua pengurus ranting Rifaiyah cabang
indramayu. Sebelum bertemu beliau, kami sudah membuat jadwal untuk bertemu
empat mata dan memulai sesi wawancara. Pukul 06.30 kami membuat janji, kenapa
sepagi itu yah? Karena beliau sendiri akan ada acara lagi untuk memenuhi tugas
sebagai ketua Rifa’iyah sekitar jam 8.
Pewawancara : assalamua’laikum....
Narasumber : walaikumsalam...
mangga sini duduk.
Pewawancara : gini
pak ustadz... saya dapet tugas wawancara untuk tugas akhir semester, jadi boleh
tidak kalau saya rekam?
Narasumber :Ia tidak apa-apa....
Narasumber : saya mau tau tentang
sejarahnya pa gede Idris, kira-kira gimana kronologinya?
Narasumber :
tentang sejarah mbah idris, mbah idris itu santrinya mbah kyai Rifa’i. Tapi
setelah mbah rifa’i diasingkan ke Ambon, lalu santrinya kan bubar semua. Ada
yang ke Wonosobo, ada yang ke Pati, ke Malang, Tegal. Cuman kalo mbah Idris,
memang perginya ke Jawa Barat. Tapi santri-santri semua itu, meneruskan
perjuangan mbah Rifa’i. Nah.... kalo mbah Idris pertama kali bukan di Desa
sukalila bukan di Desa sukawera, dulunya datang di daerah Cirebon, Cuman
setelah di daerah Cirebon itu ngga aman... masyarakatnya kurang mendukung. Lalu
pindah ke Indramayu ...termasuk sukalila. Cuman perjuangan mbah Idris di
sukalila itu ... didampingi oleh kakanya, namanya mbah kayyin. Cuman mbah idris
itu seorang ulama, kalo mbah kayyin seorang jawara. Istilahnya orang beranilah,
ngga takut apa-apa. Kalo di Sukalilakan nyebrang ke... sukawerakan melalui
sungai cimanuk. Ya.... konon katanya kata orang dulu... mbah Idris dan mbah
kayyin ketika melewati sungai Cimanuk itu ngga pake perahu... kayanya jalan
biasa diatas air gitu... ya ... setiap hari pulang pergi- pulang pergi sehingga
mbah Idris itu merjuangkan agama tepatnya di Sukawera, cuman domisili di
Sukalila tapi merjuangin agamanya di Sukawera. Akhirnya mbah Idris ngebangun
pesantren, tapi sebelum ngebangun pesantren mbah idris udah punya isteri,
isterinya itu di....
Pewawancara : isterinya orang sini?
Narasumber :
bukan.. bukan orang sini, ada yang dari jawa tengah. Tapi akhirnya berjuang disini.
Pewawancara : Rifaiyah
sendiri sebenarnya semacam organisasi Thoriqoh atau bukan , atau hanya
organisasi pengajian biasa?
Narasumber :
ya... kalo untuk thoriqoh sendiri ada, Cuma paling dipakai untuk kalangan
masing-masing.
Pewawancara : untuk
tahunnya sendiri sekitar tahun berapa itu pak?
Narasumber :
kalo untuk tahun... saya kurang faham, yang saya tahu dulu pagede Idris dalam
perjuangannya itu dihalang-halangi oleh Belanda. Ia... penjajah pada zaman itu.
Pewawancara :
ohh....terimakasih atas materi dan penjelasannya, sebelumnya saya mohon maaf
karena mengganggu waktunya..
Narasumber :ia
sama-sama.....
Pewawancara :
assalamu’alaikum...
Narasumber :
wa’alaikumsalam...
Ada yang tau ga biografi nya pa gede idris?
BalasHapusTrimakasih
Ada kang, tapi mungkin belum lengkap
Hapus