Selasa, 07 November 2017

SEJARAH SESEPUH DESA SUKAWERA DAN MASUKNYA AJARAN KITAB TARAJUMAH



LAPORAN HASIL WAWANCARA
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah: Sejarah Lisan
Dosen Pengampu: Didin Nurul Rosyidin, MA, Phd,
 






Disusun oleh :
Nur Faozah (1413312005)




Smt IV/SPI 
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON
2014

SEJARAH SESEPUH DESA SUKAWERA DAN MASUKNYA AJARAN
 KITAB TARAJUMAH
            Berawal dari rasa penasaran saya dengan tanah kelahiran saya sendiri dan ajaran kitab tarajumah di desa sukawera kecamatan kertasemaya, kabupaten Indramayu. Saya mencoba mencari sumber yang sekiranya tepat dan dapat mengenai sasaran. Saya memutuskan untuk datang ketempat narasumber yang pertama, dimana narasumber sendiri adalah seseorang keturunan dari sesepuh desa sukawera itu sendiri.
            Ketika itu, malam sudah semakain larut. Tekad saya untuk menemui narasumber yang pertama semakin menipis. Apalagi, besok saya harus kembali ke kampus untuk kembali menuntut ilmu. Jam mulai menunjukkan pukul 20.15 WIB. lebih tepatnya, waktu seperti ini tidak tepat untuk keluar sendirian. Apalagi, narasumber sendiri hanya tinggal sendirian tanpa sanak saudara. Jika kesana sendirian, tentunya akan menimbulkan munculnya berbagai fitnah.
            Untuk menangkis hal seperti itu, ayah saya akhirnya mengajak dan bersedia menemani saya untuk datang kesana. Dengan membawa beberapa lembar uang dan peralatan wawancara, seperti  Hp, kertas dan pulpen, kami memulai untuk berangkat bersama. Gelapnya malam dan bintang yang bertebaran di angkasa, menemani langkah kaki kecil kita di malam yang sendu itu. Setelah beberapa menit kami menghabiskan waktu diperjalan, akhirnya kami sampai di tempat tujuan.
            Tak lama kemudian, ayah saya langsung mengetuk pintu untuk memastikan apakah beliau sudah tidur ataukah mesih melek. Setelah lama mengetuk pintu, akhirnya narasumber membukakan pintu untuk kami. Beliau mempersilahkan kami untuk duduk dan menanyakan keperluan kami. Ayah saya pun langsung to the point menjelaskan apa maksud kami kesini. Berhubung narasumber kami adalah sesepuh atau orang terpandang di desa ini, saya hanya menyimak dan memberikan sedikit pertanyaan. Beliau juga ketika kami mewawancarai ternyata dari awal sampai akhir bahasanya memakai bahasa jawa, namun berhubung bapa bukan orang jawa, jadi saya langsung mentranslit memakai bahasa indonesia saja, untuk memudahkan pembaca yang lain.
Pewawancara : kira-kira saya boleh merekam pembicaraan bapa....?(mencoba untuk sopan)
Narasumber     : oh... tidak apa-apa, silahkan... (mengambil sebatang rokok merk gudang garam)
Pewawancara : bapa kalo tidak keberatan, saya ingin tahu sejarah sesepuh desa ini, kira-kira bagaimana kronologinya?
Narasumber     : dahulu... di desa ini datang sepasang suami istri dari daerah palimanan cirebon yang  bertransmigrasi ke desa ini, dan selanjutnya beranakpinak hingga meninggalnyapun disini. Saya termasuk keturunannya yang ke 5. Namanya mbok buyut dawam (nyi sujinah) dan suaminya ki Hasan soleh. (sembari menyalakan rokok).
Pewawancara  : ohh... palimanan, apakah beliau dulunya santri di bale rante?(mulai penasaran)
Narasumber     : kalo untuk itu.... bapa kurang paham, paling nanti kalau ada haul bisa nanya sama wa masiri. Sebenarnnya bapa punya silsilah dari ki Hasan Soleh hingga sekarang, tapi tidak tau nyelip kemana catatannya... (mulai mencari sesuatu diatas tumpukan bukunya dimeja)
Pewawancara : di desa ini katanya ada makam murid k.H Ahmad Rifa’i, apakah ada sangkut pautnya dengan sesepuh disini ?
Narasumber     : ohh.... itu makamnya pa gede idris. Beliau ini besannya ki hasan soleh. konon dahulu ada pendatang dari santri pekalongan yang ingin meneruskan perjuangan gurunya. Beliau ini pesantrennya dulu di desa sukalila, namun seiring berjalannya waktu, santrinya ini di tempatkan di desa sukawera. Dulu desa sukawera itu masih berupa alas (hutan), setelah pa gede idris datang, alas ini dibuka dan dibuatlah pesantren disini.
Pewawancara : beliau menyebarkan ajaran gurunya itu sendirian atau didampingi dengan yang lain ?
Narasumber     : pa gede idris ini punya kaka yang namanya mbah kayyin. Beliau ini seorang jawara yang tangguh, sehingga kemanapun pa gede idris pergi, mbah kayyin ini selalu ada dan sudah seperti satpamnya pa gede idris. Apalagi dulu itu masih zaman-zamannya peperangan dengan bangsa belanda.
Narasumber     : dulu... katanya mbah Rifa’i ini pernah datang kemari dengan mengenakan kuda. (mencoba bercerita)
Pewawancara  : dari pekalongan sampai kesini pa ?! (sedikit kaget)
Narasumber     : ia.... menjenguk muridnya. Kan zaman dulu g ada mobil g ada motor...
Ayah               : barangkali...mungkin itu saja pa, terimakasih atas pemaparannya. Doakan semoga anak saya menjadi orang sukses....( mengeluarkan sesuatu dari sakunya)
Narasumber     : amiiin.... lah !!! ini apa sih... udah g ussah...
Ayah               : buat rokok wa... (sembari berjabat tangan)
Narasumber     : hahaha ya udah makasih...
Pewawancara  : kami pamit dulu pa , assalamu’alaikum....
Narasumber     : wa’laikum salaam....
Setelah beberapa menit berbincang-bincang akhirnya kamipun pulang dengan membawa informasi dan selembar kertas yang berisi do’a-doa.
Keesokan harinya, saya mencoba menambah imformasi lain dari narasumber ke dua, yang mahir mengenai kitab tarajumah. Beliau biasa dipanggil ustadz Nashori, yang merupakan ketua pengurus ranting Rifaiyah cabang indramayu. Sebelum bertemu beliau, kami sudah membuat jadwal untuk bertemu empat mata dan memulai sesi wawancara. Pukul 06.30 kami membuat janji, kenapa sepagi itu yah? Karena beliau sendiri akan ada acara lagi untuk memenuhi tugas sebagai ketua Rifa’iyah sekitar jam 8.
Pewawancara  : assalamua’laikum....
Narasumber     : walaikumsalam... mangga sini duduk.
Pewawancara  : gini pak ustadz... saya dapet tugas wawancara untuk tugas akhir semester, jadi boleh tidak kalau saya rekam?
Narasumber     :Ia tidak apa-apa....
Narasumber     : saya mau tau tentang sejarahnya pa gede Idris, kira-kira gimana kronologinya?
Narasumber     : tentang sejarah mbah idris, mbah idris itu santrinya mbah kyai Rifa’i. Tapi setelah mbah rifa’i diasingkan ke Ambon, lalu santrinya kan bubar semua. Ada yang ke Wonosobo, ada yang ke Pati, ke Malang, Tegal. Cuman kalo mbah Idris, memang perginya ke Jawa Barat. Tapi santri-santri semua itu, meneruskan perjuangan mbah Rifa’i. Nah.... kalo mbah Idris pertama kali bukan di Desa sukalila bukan di Desa sukawera, dulunya datang di daerah Cirebon, Cuman setelah di daerah Cirebon itu ngga aman... masyarakatnya kurang mendukung. Lalu pindah ke Indramayu ...termasuk sukalila. Cuman perjuangan mbah Idris di sukalila itu ... didampingi oleh kakanya, namanya mbah kayyin. Cuman mbah idris itu seorang ulama, kalo mbah kayyin seorang jawara. Istilahnya orang beranilah, ngga takut apa-apa. Kalo di Sukalilakan nyebrang ke... sukawerakan melalui sungai cimanuk. Ya.... konon katanya kata orang dulu... mbah Idris dan mbah kayyin ketika melewati sungai Cimanuk itu ngga pake perahu... kayanya jalan biasa diatas air gitu... ya ... setiap hari pulang pergi- pulang pergi sehingga mbah Idris itu merjuangkan agama tepatnya di Sukawera, cuman domisili di Sukalila tapi merjuangin agamanya di Sukawera. Akhirnya mbah Idris ngebangun pesantren, tapi sebelum ngebangun pesantren mbah idris udah punya isteri, isterinya itu di....
Pewawancara  : isterinya orang sini?
Narasumber     : bukan.. bukan orang sini, ada yang dari jawa tengah. Tapi akhirnya berjuang disini.
Pewawancara  : Rifaiyah sendiri sebenarnya semacam organisasi Thoriqoh atau bukan , atau hanya organisasi pengajian biasa?
Narasumber     : ya... kalo untuk thoriqoh sendiri ada, Cuma paling dipakai untuk kalangan masing-masing.
Pewawancara  : untuk tahunnya sendiri sekitar tahun berapa itu pak?
Narasumber     : kalo untuk tahun... saya kurang faham, yang saya tahu dulu pagede Idris dalam perjuangannya itu dihalang-halangi oleh Belanda. Ia... penjajah pada zaman itu.
Pewawancara  : ohh....terimakasih atas materi dan penjelasannya, sebelumnya saya mohon maaf karena mengganggu waktunya..
Narasumber     :ia sama-sama.....
Pewawancara  : assalamu’alaikum...
Narasumber     : wa’alaikumsalam...



2 komentar: