Selasa, 07 November 2017

MAKALAH "IMAM AL-TIRMIDZI" tentang kualitas hadis




BAB I
pendahuluan
1.      Latar belakang
Mayoritas ulama berpandangan bahwa hadis dari segi kualitas dibagi menjadi tiga macam (sahih, hasan, dha’if) telah dimulai sejak al-tirmidzi. Sebelumnya, ulama hadis hanya mengklaisifikasikan hadis kepada dua kategori, yaitu hadis shaih dan hadis dha’if. Hadis dhoif dibagi menjadi dua , yaiutu hadis daif matruk . dalam hal ini jumhur ulama sepakat menolak kehujahannya. Kedua hadis daif  laisa  bihi matruk. Jenis hadis inilah yang oleh al-tirmidzi disebut denagn hadis.
Berkaitan dengan kitab sunan an-nasa’i, melihat kepada kualitas hadis yang diriwayatkan , ada ulama yang berpendapat bahwa kualitas kitabnya melebihi kitab sahih muslim seperti ynag dikemukakan oleh al-hafidz Abu ali. Ia memberikan komentar bahawa persyaratan yang dibuat oleh imam an-nasa’i bagi para perawi hadis jauh lebih ketat jika dibandingkan dengan persyaratan yang dibuat oleh imam muslim. Untuk mengetahui lebih jelas tentang kitab hadis ini, maka dalam tulisan ini , penulis mencuba untuk menguraikan isi kitab tersebut.
Salah satu kitab hadis hasil kodifikasi ulama mutaqaddimin, sunan ibnu majjah. Kitab ini menarik untuk dikaji karena sebelum muncul ulama ibn tahir al-maqdisi keberadaannya tidak diperhitungkan. Agar pembahasan tidak meluas dan mendalam maka kajian ini akan kami bahas dibawah ini.
2.  




BAB II
Pembahasan

A.    At-Tirmidzi (209-279)
1.      Biografi
Nama lengkapnya adalah Imam Al-Hafiz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin Musa bin Ad-Dahhak As-Sulami At-Tarmidzi. Ia adalah seorang ahli hadis kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang mansyhur. Ia lahir pada 209 H di kota Tirmiz.
Semenjak kecil, Abu Isa sudah gemar mempelajari ilmu dan mencari hadis.untuk keperluan inilah, ia mengembara ke berbagai negeri, yaitu Hijaz, Irak, Khurasan, dan lain-lain. Ia banyak  mengunjungi ulama besar dan guru hadis untuk mendengar hadis, kemudian menghapalkan dan mencatatnya dengan baik di perjalanan atau ketika tiba di suatu tempat. Ia pun tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan tanpa menggunakannya  dengan seorang guru dalam perjalanan menuju Mekah.
Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi, bertukar pikiran, dan mengarang, pada akhir hidupnya ia mendapatkan musibah kebutaan. Beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tunanetra. Hingga pada akhirnya ia pun meninggal dunia, ia wafat di Tirmidz pada malam senin 13 Rajab tahun 279 H (8 Oktober 892) dalam usia 70 tahun.
Ia belajar dan meriwayatkan hadis dari ulama-ulama kenamaan. Di antaranya kepada Imam Bukhari, ia mempelajari hadis dan fiqh. Ia juga belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan Tirmidzi belajar pula hadis dari sebagian guru mereka.
Guru lainnya adalah Qutaibah bin Saudi Arabia’id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan, Said bin ‘Abdur Rahman, Muhamad bin Basysyar, Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni, Muhammad bin Ali Musanna, dan lain-lain.Hadis-hadis dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama. Di antaranya adalah Makhul bin Al-Fadl, Muhammad bin Mahmud Anbar, Hammad bin Syakir, Ai’bd bin Muhammad An-Nasfiyyun, Al-Haisam bin Kulaib Asy-Syasyi, dan lain-lain.
Abu Isa At-Tarmidzi diakui keahliannya oleh para ulama dalamhadis, kesalehan dan ketakwaanya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat dipercayai, amanah, dan sangat teliti.  Para ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, serta mengakui kemuliaan dan keilmuannya. Muhammad bin Hibban, kritikus hadis, menggolongkan Tirmidzi ke dalam kelompok ‘Tsiqat’ atau orang-orang yang dapat dipercayai dan kokoh hapalannya.[1]
Dikalangan kritikus hadis, integritas pribadi dan kapasitas intelektual al-tirmidzi tidak diragukan lagi . hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan mereka sebagai berikut :
·         Dalam kitab al-siqat, ibn hibban menerangkan bahwa al-tirmidzi adalah seorang penghimpun dan penyampai hadis, sekaligus pengarang kitab.
·         Al-hakim abu ahmad berkata, aku mendengar i’mran bin ‘lan berkata,”sepeninggal bukhari tidak ada ulama yang menyamai ilmunya, ke-wara’annya dna kezuhudannya di khurasan, kecuali Abu isa al-tirmidzi.
·         Ibn fadhil menjelaskan, bahwa al-tirmidzi adalah pengarang kitab jami’ dan tafsirnya , dia juga ulama yang paling berpengetahuan.

2.      Karya
Kesungguhan al-tirmidzi dalam menggali hadis dan ilmu pengetahuan, tercermin dalam karya-karyanya. Diantara karya al-tirmidzi yang paling monumental adalah kitab Al-jami’ al-sahihatau sunan al-tirmidzi, sementara kitab-kitab yang lain seperti al-zuhud dan al-asma’wa al-kunakurang begitu dikenal dikalangan masyarakat umum.
Isi kitab al-jami’ al-sahih ini memuat berbagai permasalahan pokok agama, diantaranya akidah, adab, tafsir Al-qur’an, sejarah dan jihad Nabi, tabi’it, fitnah, dan al-manaqib wa al-masalib.
Secara keseluruhan kitab al-jami’al-sahih atau sunan al-tirmidzi ini terdiri dari 5 juz, 2376 bab dan 3956 hadis.
Menurut al-tirmidzi, isi hadis-hadis dalam al-jami’ al-sahih telah diamalkan ulama Hijaz, Irak, Khurasan dan daerah lain, kecuali dua hadis, yaitu :
“sesungguhnya Rasulullah menjama’ shalat zuhur dengan ashar dan maghrib dengan isya , tanpa adanya sebab takut, dalam perjalanan dan tidak pula karena hujan “ dan yang ke dua :
“Apabila seseorang meminum khamr, maka deralah ia, dan jika ia kembali minum khamar pada yang keempat kalinya maka bunuhlah ia”
Hadis ini diperselisihkan ulama baik dari segi sanad maupun dari segi matan, sehingga sebagian ulama ada yang menerima dan ada yang menolak dengan alasan-alasan yang berdasarkan naql maupun akal.
Menurut al-hafiz Abu fadil bin tahir al-maqdisi (w.507 H) ada empat syarat yang ditetapkan oleh al-tarmidzi sebagai standarisai periwayatan hadis ,yaitu :
ü  Hadis-hadis yang yang sudah disepakati kesahihannya oleh Bukhari dan Muslim.
ü  Hadis-hadis yang sahih menurut standar kesahihan abu dawud dan al-nasa’i, yaitu hadis-hadis yang para ulama tidak sepakat untuk meninggalkannnya, dengan ketentuan hadis itu bersambung sanadnya dan tidak mursal.
ü  Hadis-hadis yang tidak dipastikan kesahihannya dengan menjelaskan sebab-sebab kelemahannya.
ü  Hadis-hadis yang dijadikan hujjah oleh fuqaha, baik hadis tersebut sahih atau tidak. Tentu saja ketidak sahihannnya tidak sampai pada tingkat daif matruk.[2]

Imam Tirmidzi, disamping dikenal sebagai ahli dan penghafal hadis yang mengetahui kelemahan-kelemahan dari rawi-rawinya, ia juga dikenal sebagai ahli fiqih yang mewakili wawasan dan pandangan luas. Imam Tirmidzi oun banyak menulis kitab, diantaranya Al-jami’ Al-Mukhtashar min As-Sunan ‘an  Rasul Allah, terkenal dengan Sunan At-Tiridzi, Tawarikh, Al-‘ilal, At-Tarikh, Al-‘ilal Al-Kabir, Asy-Syama’il An-Nabawiyyah, Az-Zuhd, Asma’ Ash-Shahabah, Al-Asma’ wal-Kunya, Al-Atsar Al-Mauqufah. Diantara kitab-kitab tersebut yang paliang besar, dan terkenal serta beredar luas adalah Al-jami’.
B.     Ibn Majah (207-273)
Ibnu Majah adalah nama nenek moyang yang berasal dari kota Qazwin, salah satu kota di Iran. Nama lengkapnya yang terkenal dengan sebutan neneknya ini adalah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Ar-Raba’i Al-Qazwini Ibnu Majah. Ia dilahirkan di Qazwin pada tahun 207 H (824 M). Ia wafat pada hari selasa , bulan Ramadhan tahun 273 H (887 M).
Ibn majjah hidup pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan khalifah al-makmun (198 H/ 813 M). Sampai akhir pemerintahan khalifah al-muqtadir (295 H/908 M). Beliau meninggal dalam 74 tahun, usia tepatnya pada hari selasa tanggal 22 ramadhan tahun 273 H.
Di bandingkan dengan kitab-kitab hadis lain, sunan ibn majjah ini memiliki kelebihan-kelebihan. Keunggulan kitab tersebut adalah terletak pada cara pengemasannya. Pengemasan seperti ini akan dapat mempermudah seseorang untuk mencari hadis. Keunggulan lain kitab ini adalah memuat hadis-hadis yang tidak ditemukan dalam kutub  al-khamsah. Oleh karena itu, hadis-hadis tersebut dapat dijadikan informasi tambahan dan dapat dijadikan ladang penelitian.
Dibalik keunggulan diatas, ternyata terdapat juga kelemahannya. Kelemahannya adalah minimnya informasi atas hadis-hadis yang dinilai da’if dan maudu’. Selain itu perlu penelitian lebih jauh atas hadis-hadis yang dinilai daif.
Kitab sunan ibn majjah masih diperselisihkan keberadaannya dalam kutub al-sittah oleh ulama. Ibn Tahi al-maqdisi adalah ulama yang pertamakali memasukkan kitab sunan ibn majjah dalam kutub al-sittah. Pendapat tersebut diikutioleh ulama lain ketika memberikan komentar terhadap ibn majjah seperti ibn hajar al-asqalani, al-mizzi, dan al-zahabi. Mereka menilai berdasarkan komentar abu zur’ah yang mengatakan bahwa kitab ini telah berada diantara orang banyak niscaya mereka akan beristirahat untuk membacanya. Mereka juga memuji terhadap sosok pengarangnya, ibn majjah yang dinilai seorang yang hafiz dan mempunyai pengetahuan yng luas. Di samping itu adanya hadis-hadis lain yang tidak ditemukan didalam kitab hadis sebelumnya (kutub al-khamsah) yang disebut dengan istilah zawa’id.
Berdasarkan hal tersebut, kitab sunan ibn majjah merupakan kitab yang mempunyai ciri khas tersendiri dengan adanya hadis-hadis yang tidak dijumpai dalam lima kitab sebelumnya. Hal ini patut dihargai dengan banyak ragam hadis yang diumat didalamnya bukan berarti kitab hadis ini menjadi rendah martabatnya melainkan hal tersebut dapat dijadikan lahan untuk penelitian lebih lanjut.
Kitab sunan ibn majah didalamnya dibagi dalam beberapa kitab dan setiap kitabnya masih terbagi daam beberapa bab. Jumlah hadis secara keseluruhan adlah 4341 buah yang terbagi dalam 37 kitab dan 1515 bab. Jumlah tersebut merupakan  hasil perhitungan akhi yang dilakukan oleh muhammad fuad abd al-baqi.[3]
Ia berkeliling di beberapa negeri untuk menemui dan berguru hadis kepada para ulama hadis. Dari tempat perantauannya itu, ia bertemu dengan murid-murid Imam Malik dan Al-Laits, dan dari merekalah , ia banyak memperoleh hadis.
Ibn Majah menyusun kitab Sunan yang kemudian terkenaldengan nama Sunan Ibnu Majah. Sunan ini merupakan salah satu sunan yang empat. Dalam sunan ini banyak terdapat hadis dhaif, bahkan tidak sedikit hadis yang munkar. Al-Hafidh Al-Muzy berpendapat bahwa hadis-hadis gharib yang terdapat dalam Sunan ini kebanyakan adalah dhaif. Karena itulah, para ulama mutaqaddimin memandang bahwa kitab Muwaththa Imam Malik menduduki pokok kelima. Bukan Sunan Ibnu Majah.
Selama hidupnya, Ibnu Majah menghasilkan karya, di antaranya Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, At-Tarikh, dan Sunan Ibnu Majah.[4]
Dari tempat perantauannya itu, beliau bertemu dengan murid-murid imam malik dan Al-laits, dan dari beliau-beliau inilah beliau banyak memperoleh hadits-hadits. Hadis-hadis beliau banyak diriwayatkan oleh orang banyak.[5]

C.     Imam An-Nasa’i (215-303 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Abdurahman Ahmad Ibn Syu’aib bin Ali ibn Abi Bakar ibn Sinan An-Nasa’i. Ia terkenal dengan nama An-Nasa’i karena dinisbatkan dengan kota Nasa’i, salah satu kota di Khurasan. Ia dilahirkan pada tahun 215 Hijriah demikian menurut Adz-Dzahabi, dan meninggal dunia pada hari senin tanggal 13 Shafar 303 Hijriah di Palistina, kemudian dikuburkan di Baitul Maqdis.
Imam An-Nisa’i menerima hadis dari Sa’id, Ishaq bin Rawahih, dan ulama-ulama lainnya dari kalangan tokoh ulama ahli hadis diKhaurasan, Hijaz, Irak, Mesir, Syam, dan Jazariah Arab.  Menurut para ulama ahli hadis, Imam An-Nasa’i lebih kuat hapalannya dari pada dari Imam Muslim dan kitab Sunan An-Nasa’i lebih sedikit hadis dhaif-nya (lemah) setelah hadis sahih Bukhari dan shahih Muslim.
Para gurunya yang namanya tercatat oleh pena sejarah antara lain Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim, Ishaq bin Rahawaih, Al-Harits bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Daud (penyusun Sunan Abi Daud), dan Imam Abu Isa At-Tirmidzi (penyusun Al-Jami’ atau Sunan At-Tirmidzi) sementara murid-muridnya yang setia mendengarkan fatwa-fatwa dan ceramah-ceramah Imam An-Nasa’i, antara lain Abu Al-Qasim At-Thabarani, Abu Ja’far At-Thahawi, Al-Hasan bin Al-Khadir As-Suyuti, Muhammad bin Muawiyah bin Al-Andalusi, Abu Nashr Al-Dalaby, dan Abu Bakr bin Ahmad As-Sunni.
Karangan-karangn Imam An-NaSa’i yang sampai kepada kita dan telah diabadikan antara lain As-Sunan Al-Kubra, As-Sunan Al-Sughra, Al-Khashais, Fadhail Ash-Shahabah, dan Al-Manasik. Menurut sebuah keterangan yang diberikan oleh imam Ibn Al-Asir, Al-Jazairi dalam kitabnya. Jami Al-Ushul, kitab ini disusun  berdasarkan pandangan-pandangan fiqh madzhab Syafi’i.
Untuk pertama kali, sebelum disebut dengan Sunan An-Nasa’i, kitab ini dikenal Asunan Al-Kubro. Setelah tuntas menulis kitab ini, ia kemudian menghadiahkan kitab ini kepada Amr Ramlah (Walikota Ramlah) sebagai tanda penghormatan. Amir kemudian bertanya kepada An-Nasa’i, “Apakah kitab ini seluruhnya berisi kitab shahih?” ia menjawab dengan kejujuran, “Ada yang shahih, Hasan, dan ada pula yang hampir serupa dengannya.”
Amir berkata kembali, “kalo demikian halnya, pisahkan hadis yang shahih-shahih saja.” Atas permintaan Amir ini, An-Nasa’i menyeleksi dengan ketat semua hadis yang telah tertuang dalam kitab Al-Sunah Al-Kubro. Akhirnya, ia berhasil melakukan perantingan terhadap  Asunan Al-Kubro sehingga menjadi Asunan Al-Sugra. Dari segi penamaan saja, sudah bisa dinilai bahwa kitab yang kedua merupakan bentuk perampingan dari kitab yang pertama.
Imam An-Nasa’i sangat teliti dalam menyeleksi hadis-hadis yang termuat dalam kitab pertama. Oleh karena itu, banyak ulama berkomentar, “kedudukan kitab As-Sunan Al-Sugro dibawah derajat shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Didua kitab terakhir, sedikit sekali hadis dhaif yang terdapat didalamnya.” Karena hadis-hadis yang termuat dalam kitab kedua merupakan hadis-hadis pilihan yang telah diseleksi dengan ketat, kitab ini juga dinamakan Al-Mujtaba. Pengertian Al-Mujtaba bersinonim dengan Al-Maukhtar (yang terpilih karena memanng kitab ini berisi hadis-hadis pilihan hasil seleksi dari  kitab Al-Sunan Al-Kubro.
Setahun menjelang wafat, Imam An-Nasa’i pindah dari Mesir ke Damsyit tampaknya, tidak ada konsensus ulama tentang  tempat meninggalnya. Ad-Daruqutni mengatakan bahwa Imam An-Nasa’i wafat di Mekah dan dikebumikan diantara Safa dan Marwah. Pendapat senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah Al-‘Uqbi Al-Mishri.
Sementara ulama lain, seperti Imam Al-Dzahabi menolak pendapat tersebut. Ia mengatakan, Imam An-Nasa’i meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina. Pendapat ini di dukung oleh Ibnu Yunus, Abu Jafar At-Thahawi dan Abu Bakar Al-Naqatah. Menurut pandangan terakhir ini, Imam An-Nasa’i meninggal pada tahun 303 H/ 915 M dan di kebumikan di Bait Al-Maqdis di Palistina.
Imam An-Nasa’i menyusun banyak karya, diantaranya As-Sunan Al-Kubro, Al-Sunan Al-Mujtaba, Kitab At-Tamyiz, Kitab Adh-Dhu’afa, Khasa’is Ali, Musnad Malik, Manasik Al-Hajj, dan Tafsir.[6]





KESIMPULAN
BAB III
Al-tirmidzi adalah seoarng pakar hadis yang konsisten dengan keilmuannya, sehingga mayoritas ulama menilaipositif kepakaran al-tirnidzi dalam bidang hadis, kecuali ibn hamz. Kitab Al-jami’ al-sahih atau sunan at-tirmidzi di tulis pada abad ke-3 H, Kitab al-tirmidzi ini memuat seluruh hadist kecuali hadis yang santant dhaif dan munkar, adanya penjelasan tentang kualitas dan keadaan hadisnya, melalui kitab ini at-tirmidzi memperkenalkan istilah hadis hasan.
Walaupun sunan ibn majjah di tulis pada masa sesudah gerakan awal pembukuan hadis, kitab ini menghimpun berbagai macam hadis, baik sahih maupun yang tidak sahih. Oleh karena itu, dikalangan ulama menempatkan posisi kitab tersebut dalam kutub al-sittah ditingkatan terahir sebelum sahih bukhari, sahih muslim, sunan abu dawud, sunan al-nasa’i dan sunan at-tirmidzi. Penilaian ulama atas kitab sunan ibn majjah beragam ada yang menilai positif dan negatif. Namun, hal-hal yang diperselisihkan ulama hanya hanya pada masalah hadis Zawa’id.
Al-nasa’i mengarang kitab, diantaranya yang terkenal adalah kitab sunan al-nasa’i yang merupakan ringkasan dari kitab beliau sebelumnya yaitu sunan Al-kubra, yang isinya belum diseleksi dari hadis yang daif. Sebagai ringkasan dari kitab sebelumnya, maka dalam kitab sunan al-nasa’i ini hanya memilih hadis yang berkualitas sahih, hasan dan sangat sedikit yang berkualitas daif. Dalam meriwayatkan hadis, al-nasa’i dikenal sangat ketat dalam penerimaan riwayat hadis. Atas dasar ini maka ada sebagian ulama ada yang menempatkan kitab sunannya diatas kitab sahih muslim.






Daftar Pustaka

Abdurrahman M.  2003. Kitab-kitab Hadis. Yogyakarta : teras.


Agus solahudin dan agus suyadi. 2008.Ulumul Hadis.Bandung : CV Pustaka Setia.


Fatchur Rohman. 1991. Mushthalahul hadits. Bandung : PT Alma’arif.



[1]Agus solahudin dan agus suyadi. Ulumul Hadis.(Bandung : CV Pustaka Setia, 2008) hlm 243-245.
[2] M. Abdurrahman. Kitab-kitab Hadis,(Yogyakarta : Teras, 2003) hlm 107-115.
[3] M. Abdurrahman. Kitab-kitab Hadis,(Yogyakarta : Teras, 2003) hlm 106-174.
[4] Agus solahudin dan agus suyadi. Ulumul Hadis.(Bandung : CV Pustaka Setia, 2008)hlm  246-247.
[5]Fatchur Rohman. Mushthalahul hadits. (Bandung : PT Alma’arif, 1991) hlm 335.
[6]Agus solahudin dan agus suyadi. Ulumul Hadis.(Bandung : CV Pustaka Setia, 2008)hlm 235-240.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar