Selasa, 07 November 2017

HIKMAH MELAWAN SAKIT



HIKMAH MELAWAN SAKIT

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.(Q.S. Al-Imran : 185)”
Di suatu hari, hiduplah seorang santri dengan kesederhanaan dan baik tutur katanya, serta senyuman manis yang setiap hari menghiasi wajahnya. Ia adalah Nida, santri  yang masih duduk di bangku kelas satu SMP ini hidup dengan kondisi yang sangat memprihatinkan, ya... dia mempunyai penyakit magh akut yang sudah lama dideritanya.
Di setiap harinya, wajah Nida memang sering terlihat pucat pasi menandakan sekali kalau ia sedang sakit. Banyak dari teman akrabnya menyarankan agar ia banyak beristirahat dan makan dengan teratur serta mengurangi aktifitasnya, namun lagi-lagi jawabannya adalah, “ Aku ga papa ko… kalian ga usah khawatir, buktinya aku masih bisa senyum ko”. Mereka pun hanya bisa menghela nafas panjang, karena sikap keras kepala yang dimilikinya. Tak jarang ia seharian didalam kamar, hanya bertemankan buku diary, peralatan alat tulis, dan Al-Qur’an. Ia sangat suka seskali membuat komik, puisi, cerpen, dan semuanya itu dibuat hanya untuk menghibur hatinya dikala runyam tak tentu arah menghadapi kenyataan hidup yang ia hadapi.
Anak kecil ini sedang berjuang mati-matian untuk dapat menghafal surah-surah penting seperti surah Al-waqi’ah, Ar-Rahman, Al-Mulk, Yasiin dan sebagainya. Sesekali ia merintih kesakitan ketika penyakitnya kambuh, berulang kali dipegangi perutnya itu dan mba pengurus pun tak pernah bosan untuk  merawatnya. sempat teman-temannya dan mba pengurus  bahkan ibu nyai pun menyarankan agar dia bersedia dipulangkan, namun berkali-kali ia menolak dan bersikeras untuk tetap tinggal dipondok. Sampai-sampai berita ini terdengar ibunya dirumah, hingga membuatnya cemas. Tak lama kemudian sang ibu bergegas  menghubungi anak tercintanya itu serta membujuknya untuk pulang, namun lagi-lagi ia menolak, dengan alasan sedang menghatamkan hafalannya.
“Ndo…ne koe loro, mending mulih wae yo, ibu sekeluargo khawatir, terus ben ojo sampe ngrepoti kancamu” ia pun menjawab, “ mboten ma… kulo tengriki boten napa-napa, kulo masih sehat wal’afiyat, ma mboten usah khawatair”, ibunya pun menjawab “ tenanan yo…ne awakmu loro ojo di roso’ke dewek wae, langsung nginum obat ndang istirahat, terus sing tenanan yo ngajine”. Nida langsung mengiyakan “njih ma… ngertos”.
Ia merupakan keturunan orang jawa dan sunda. Ibunya tinggal di Muntilan Jawa tengah dan ayahnya tinggal di Tasik. Ia ditinggal ayahnya sejak ia masih kecil, sekitar berumur tujuh tahun ayahnya tiba-tiba meninggal dikarenakan serangan jantung. Ia sering merindukan ayahnya dengan membuat puisi dan lantunan doa yang setiap hari selalu ia panjatkan.
“Ayah… engkau adalah pelita dikala duka.
Walaupun hanya sekilas, tak pernah ku sesali…
Namun bayangmu tetap aku rasakan.
Jangan pernah bosan ayah untuk selalu hadir dimimpiku,
Desiran angin adalah wujud bahwa engkau selalu menemaniku…
Doa kan aku ayah …agar aku menjadi orang yang sukses,
Aku disini sendirian ayah… aku ingin menyusulmu,
Semoga Tuhan yang Maha lembut mengabulkan setiap permintaan hamba-Nya…”
Setiap kata yang ia tuliskan, setiap itulah air matanya menetes. Di suatu sisi ia tegar, namun di sisi lain ia menampakan kejenuhan. Ia adalah anak yang jarang bergaul, ia hanya akan bicara jika ada yang mengajaknya bicara. Ia dikenal sangat pendiam namun asyik jika diajak bicara. Teman akarabnya bernama andin, ia yang sering mengajak Nida untuk bergabung bersama teman sebayanya, jika tidak diajak… dia tidak akan keluar dari kamar.
Ketika selesai mengaji, Nida diajak Andin mendengarkan ceritanya. Bersama anak-anak lain, ia asyik terbawa suasana mencekamnya malam. Nida adalah sahabatnya yang pandai bercerita, ia bercerita tentang pengalamannya dipondoknya dulu.
Andin  : “Pada suatu hari.... di sebuah desa ada sebuah pengumuman orang yang dikabarkan meninggal. Maka berduyun-duyunlah orang datang untuk melayat di rumah simayit.”(terlihat serius)
Nida    : “itu di desa apa?” (tanyanya penasaran)
Ita        : “lanjut….” (mendadak ga sabar)
Andin  : “aku lupa nid… lanjut aja ya,
Tak beberapa lama...., simayitpun dimandikan dan diberi wangi-wangian. Setelah itu ... dipakaikanlah kain kafan beserta kapas yang menempel diwajah sang mayit. Sanak famili menangisi kepergiannya tak henti-henti dari awal hingga mayit akan dibawa untuk disholatkan”.
Tika     : “serem banget…” (mendadak ketakutan)
Andin  : “Namun apa yang terjadi....???
simayit tiba-tiba bangun dan duduk sembari menoleh kekanan dan kekiri ke arah para tamu, sontak membuat tamu yang hadir lari terbirit-birit dan suasana menjadi gaduh tidak  karuan. (tiba-tiba memperagakan)
Maya   : “hahaha….” (ketawa ga jelas)
Tika     : “ada yang lucu???” (mulai heran)
Andin  : “ eitsss ... belum selesai”
Setelah itu, salah satu keluarganya langsung melihat kondisi simayit yang masih hidup tersebut, lalu dipeluknya simayit tadi sembari menangis karena senang melihat keluargnya kembali. ”(kembali memperagakan) .ye.... akhirnya happy ending deh.... hihi
Tika     : “cerita anehh...!”
Nida    : “ajal emang ga diduga yah….” (mencoba merenung)
Malam itu ia terlihat bahagia karena ia telah selesai menghatamkan hafalannya. Namun apa yang terjadi ?? tiba-tiba mukanya pucat pasi, tubuhnya lemas, ya....penyakitnya mulai kambuh lagi dan kali ini lebih parah. Teteh-teteh pengurus dengan sigap merawatnya dan memberikan obat seperti biasa. Ketika itu, ia berada di ruang kesehatan pondok sendirian dengan selimut yang lumayan tebal...ia tidur pulas disana. Namun sayup-sayup bayangan dari luar membuatnya terbangun, tiba-tiba muncul sosok bayangan seorang laki-laki yang memakai baju serba putih di depan pintu. Ia mengira sosok bayangan itu adalah akang-akang(santri putra), maka dipanggilnya sosok laki-laki itu, “kang....akang...kang” (dengan suara lirih). Namun sedikit terbesit dalam fikirannya kalo itu bukan santri putra, apa lagi malam-malam seperti ini. Tidak ada suara yang menyaut panggilannya ... tiba-tiba bayangan itu mulai pudar dan seketika menghilang.
Pagi harinya.... ibu nyai menjenguk santri putri malang itu, “bagaimana hafalanmu nak ?”( dengan senyum berbinar). Anak itu menjawab, “Alhamdulillah bu... akhirnya saya dapat menyelesaikannya”. ibu nyai, : “ syukur kalau gitu.” Anak itupun menceritakan kejadian semalam, tiba-tiba ibu nyai sudah mencium firasat yang akan terjadi dengan anak kecil itu. Ya... beberapa hari ini ia susah sekali untuk makan. Mba pengurus beberapa kali memaksa dia untuk sedikit mengisi perutnya yang kosong itu, teteh :” de... ayo makan dulu, biar cepet sembuh... nanti hafalannya tambah banyak loh kalo udah sehat”. Tetap saja dia tetap tidak mau dan menggelengkan kepalanya.
Malam ini tiba-tiba ia merasakan perutnya sangat melilit, keringatnya mulai panas dingin, bibirnya kering, badannya sangat lemas. Teteh-teteh pengurus mulai panik dan memeriksa keadaannya, teteh :” kamu mau kemana?”. Anak itu terbopoh-bopoh mulai merangkak ,”saya ingin ke wc” (dengan suara parau). Diantarnya anak itu ke wc dengan empat sampai lima pengurus, anak ini lama duduk di closet dengan wajah yang bercampur keringat dan di pegangnya tangan serta anggota badan yang lain oleh para pengurus tadi. Detik berganti menit... menit berganti jam.... para pengurus mulai panik kebingungan. Dan akhirnya anak ini mengeluarkan kotoran yang ada di perutnya, semua .... ya semua penyakit yang lama dideritanya kini keluar. Namun apa yang terjadi ?? Ketika ia bangun... dan jatuh dipelukan mba pengurus dengan badan yang sudah mendingin, ya.... ia meninggal. Orang –orang yang hadir disana Tak kuasa menahan air mata. Baik teman sebaya maupun sahabat, tidak bisa membendung air mata yang tiba-tiba mengalir deras dipipi mereka. Tak selang beberapa lama, ibu nyai pun datang dan terkejut firasatnya benar-benar terjawab, dan dikabarkannyalah berita tersebut kepada orang rumah. Ibu nida langsung kaget dengan berita tersebut, “ndooo..... !!!” (menangis sejadi-jadinya)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar