HIKMAH MELAWAN SAKIT
“Tiap-tiap yang berjiwa
akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan
pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka
sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan
yang memperdayakan.(Q.S.
Al-Imran : 185)”
Di suatu hari, hiduplah seorang santri dengan
kesederhanaan dan baik tutur katanya, serta senyuman manis yang setiap hari
menghiasi wajahnya. Ia adalah Nida, santri yang masih
duduk di bangku kelas satu SMP ini hidup dengan kondisi
yang sangat memprihatinkan, ya...
dia mempunyai penyakit magh akut yang
sudah lama dideritanya.
Di setiap harinya, wajah Nida memang sering terlihat
pucat pasi menandakan sekali kalau ia sedang sakit. Banyak dari teman akrabnya
menyarankan agar ia banyak beristirahat dan makan dengan teratur serta
mengurangi aktifitasnya, namun lagi-lagi jawabannya adalah, “ Aku ga papa ko…
kalian ga usah khawatir, buktinya aku masih bisa senyum ko”. Mereka pun hanya
bisa menghela nafas panjang, karena sikap keras kepala yang dimilikinya. Tak
jarang ia seharian didalam kamar, hanya bertemankan buku diary, peralatan alat
tulis, dan Al-Qur’an. Ia sangat suka seskali membuat komik, puisi, cerpen, dan semuanya itu
dibuat hanya untuk menghibur hatinya dikala runyam tak tentu arah menghadapi
kenyataan hidup yang ia hadapi.
Anak
kecil ini sedang
berjuang mati-matian untuk dapat
menghafal surah-surah penting seperti surah Al-waqi’ah, Ar-Rahman, Al-Mulk, Yasiin dan sebagainya. Sesekali ia merintih
kesakitan ketika penyakitnya kambuh, berulang kali dipegangi perutnya itu dan
mba pengurus pun tak pernah bosan untuk
merawatnya. sempat teman-temannya dan mba pengurus bahkan ibu nyai pun menyarankan agar dia
bersedia dipulangkan, namun berkali-kali ia menolak dan bersikeras untuk tetap
tinggal dipondok. Sampai-sampai berita ini terdengar ibunya dirumah, hingga
membuatnya cemas. Tak lama
kemudian sang ibu bergegas menghubungi
anak tercintanya itu serta membujuknya untuk pulang, namun lagi-lagi ia menolak, dengan alasan sedang
menghatamkan hafalannya.
“Ndo…ne koe loro, mending mulih wae yo, ibu sekeluargo
khawatir, terus ben ojo sampe ngrepoti kancamu” ia pun menjawab, “ mboten ma…
kulo tengriki boten napa-napa, kulo masih sehat wal’afiyat, ma mboten usah
khawatair”, ibunya pun menjawab “ tenanan yo…ne awakmu loro ojo di roso’ke
dewek wae, langsung nginum obat ndang istirahat, terus sing tenanan yo
ngajine”. Nida langsung mengiyakan “njih ma… ngertos”.
Ia merupakan keturunan orang jawa dan sunda. Ibunya tinggal di Muntilan Jawa
tengah dan ayahnya tinggal di Tasik. Ia ditinggal ayahnya sejak ia masih kecil,
sekitar berumur tujuh tahun ayahnya tiba-tiba meninggal dikarenakan serangan
jantung. Ia sering merindukan ayahnya dengan membuat puisi dan lantunan doa
yang setiap hari selalu ia panjatkan.
“Ayah… engkau adalah pelita dikala duka.
Walaupun hanya sekilas, tak pernah ku sesali…
Namun bayangmu tetap aku rasakan.
Jangan pernah bosan ayah untuk selalu hadir dimimpiku,
Desiran angin adalah wujud bahwa engkau selalu
menemaniku…
Doa kan aku ayah …agar aku menjadi orang yang sukses,
Aku disini sendirian ayah… aku ingin menyusulmu,
Semoga Tuhan yang Maha lembut mengabulkan setiap
permintaan hamba-Nya…”
Setiap kata yang ia tuliskan, setiap itulah air
matanya menetes. Di suatu sisi ia tegar, namun di sisi lain ia menampakan
kejenuhan. Ia adalah anak yang jarang bergaul, ia hanya akan bicara jika ada
yang mengajaknya bicara. Ia dikenal sangat pendiam namun asyik jika diajak
bicara. Teman akarabnya bernama andin, ia yang sering mengajak Nida untuk
bergabung bersama teman sebayanya, jika tidak diajak… dia tidak akan keluar
dari kamar.
Ketika selesai mengaji, Nida diajak Andin mendengarkan
ceritanya. Bersama anak-anak lain, ia asyik terbawa suasana mencekamnya malam. Nida adalah
sahabatnya yang pandai bercerita, ia bercerita tentang pengalamannya
dipondoknya dulu.
Andin : “Pada
suatu hari.... di sebuah desa ada sebuah pengumuman orang yang dikabarkan
meninggal. Maka berduyun-duyunlah orang datang untuk melayat di rumah simayit.”(terlihat serius)
Nida : “itu di
desa apa?” (tanyanya
penasaran)
Ita :
“lanjut….” (mendadak ga sabar)
Andin : “aku
lupa nid… lanjut aja ya,
Tak
beberapa lama...., simayitpun dimandikan dan diberi wangi-wangian. Setelah itu
... dipakaikanlah kain kafan beserta kapas yang menempel diwajah sang mayit.
Sanak famili menangisi kepergiannya tak henti-henti dari awal hingga mayit akan
dibawa untuk disholatkan”.
Tika : “serem
banget…” (mendadak ketakutan)
Andin : “Namun
apa yang terjadi....???
simayit
tiba-tiba bangun dan duduk sembari menoleh kekanan dan kekiri ke arah para tamu,
sontak membuat tamu yang hadir lari terbirit-birit dan suasana menjadi gaduh tidak
karuan.”
(tiba-tiba memperagakan)
Maya :
“hahaha….” (ketawa ga jelas)
Tika : “ada
yang lucu???” (mulai heran)
Andin : “
eitsss ... belum selesai”
Setelah
itu, salah satu keluarganya langsung melihat kondisi simayit yang masih hidup
tersebut, lalu dipeluknya simayit tadi sembari menangis karena senang melihat
keluargnya kembali. ”(kembali
memperagakan) .ye.... akhirnya happy ending deh.... hihi
Tika : “cerita anehh...!”
Nida : “ajal
emang ga diduga yah….” (mencoba merenung)
Malam
itu ia terlihat bahagia karena ia telah selesai menghatamkan hafalannya. Namun
apa yang terjadi ?? tiba-tiba mukanya pucat pasi, tubuhnya lemas,
ya....penyakitnya mulai kambuh lagi dan kali ini lebih parah. Teteh-teteh
pengurus dengan sigap merawatnya dan memberikan obat seperti biasa. Ketika itu, ia berada di ruang kesehatan pondok sendirian
dengan selimut yang lumayan tebal...ia tidur pulas disana. Namun sayup-sayup
bayangan dari luar membuatnya terbangun, tiba-tiba muncul sosok bayangan
seorang laki-laki yang memakai baju serba putih di depan pintu. Ia mengira
sosok bayangan itu adalah akang-akang(santri putra), maka dipanggilnya sosok
laki-laki itu, “kang....akang...kang” (dengan suara lirih). Namun sedikit
terbesit dalam fikirannya kalo itu bukan santri putra, apa lagi malam-malam
seperti ini. Tidak ada suara yang menyaut panggilannya ... tiba-tiba bayangan
itu mulai pudar dan seketika menghilang.
Pagi
harinya.... ibu nyai menjenguk santri putri malang itu, “bagaimana hafalanmu nak
?”( dengan senyum berbinar). Anak itu menjawab, “Alhamdulillah bu... akhirnya
saya dapat menyelesaikannya”. ibu nyai, : “ syukur kalau gitu.” Anak itupun
menceritakan kejadian semalam, tiba-tiba ibu nyai sudah mencium firasat yang
akan terjadi dengan anak kecil itu. Ya... beberapa hari ini ia susah sekali
untuk makan. Mba pengurus beberapa kali memaksa dia untuk sedikit mengisi
perutnya yang kosong itu, teteh :” de... ayo makan dulu, biar cepet sembuh...
nanti hafalannya tambah banyak loh kalo udah sehat”. Tetap saja dia tetap tidak
mau dan menggelengkan kepalanya.
Malam
ini tiba-tiba ia merasakan perutnya sangat melilit, keringatnya mulai panas
dingin, bibirnya kering, badannya sangat lemas. Teteh-teteh pengurus mulai
panik dan memeriksa keadaannya, teteh :” kamu mau kemana?”. Anak itu
terbopoh-bopoh mulai merangkak ,”saya ingin ke wc” (dengan suara parau).
Diantarnya anak itu ke wc dengan empat sampai lima pengurus, anak ini lama
duduk di closet dengan wajah yang bercampur keringat dan di pegangnya tangan
serta anggota badan yang lain oleh para pengurus tadi. Detik berganti menit...
menit berganti jam.... para pengurus mulai panik kebingungan. Dan akhirnya anak
ini mengeluarkan kotoran yang ada di perutnya, semua .... ya semua penyakit
yang lama dideritanya kini keluar. Namun apa yang terjadi ?? Ketika ia
bangun... dan jatuh dipelukan mba
pengurus dengan badan yang sudah mendingin, ya.... ia meninggal. Orang –orang
yang hadir disana Tak kuasa menahan air mata. Baik teman sebaya maupun sahabat,
tidak bisa membendung air mata yang tiba-tiba mengalir deras dipipi mereka. Tak
selang beberapa lama, ibu nyai pun datang dan terkejut firasatnya benar-benar
terjawab, dan dikabarkannyalah berita tersebut kepada orang rumah. Ibu nida
langsung kaget dengan berita tersebut, “ndooo..... !!!” (menangis
sejadi-jadinya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar