Selasa, 07 November 2017

SITUS KALITANJUNG “MASJID DAN MAKAM SYEKH BIRAWA”



LAPORAN PENELITIAN
SITUS KALITANJUNG
“MASJID DAN MAKAM SYEKH BIRAWA”
Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah : HISTORICAL SITE STUDIES
Dosen Pengampu : Dedeh Nur Hamidah, M.Ag







oleh:
NUR FAOZAH
141
3312005
NUR LUBNAH

SKI SEMESTER VI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
 SYEKH NUR JATI CIREBON
2016/2017
Kata Pengantar

Assalamu’aalikum.Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, Pangasih dan Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga tugas makalah yang berjudul Laporan Penelitian Situs Masjid dan Makam Syekh Birawa dapat diselesaikan. Shalawat dan salam atas junjungan nabi besar Muhammad SAW sebagai Uswatun Khasanah yang menjadi sosok model paling ideal bagi sekalian manusia untuk meraih kesuksesan dunia dan akherat.
Dapat terselesaikannya laporan ini tidak lepas dari dukungan, bantuan dan motivasi yang sifatnya spiritual dan material dari banyak pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
Demikian yang bisa penyusun sampaikan dengan harapan semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan mereka dan makalah ini dapat memberi manfaat sebaik-baiknya. Amin yaa robbal alamin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Cirebon, 28 Maret 2016




Tim Penyusun




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
              Peninggalan sejarah dan purbakala yang ada di Kota Cirebon didominasi dengan tinggalan-tinggalan yang berlatar Agama Islam, Hal ini dapat  dimaklumi dalam sejarah perkembangannya, Kota Cirebon menjadi daerah pilihan sebagai salah satu daerah pusat perkembangan Islam di Jawa Barat,  ini dikarenakan Kota Cirebon pada abad XV-XVI menjadi tempat berkumpulnya para Wali -wali Sanga yang bertugas untuk menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.  Sejarah mengatakan, bahwa Kota Cirebon berkembang dalam bentuk Pedukuhan ( perkampungan ).
Peninggalan-peninggalan Arkeologis Islam di Cirebon cukup banyak dan banyak ragamnya, yang meliputi kompleksitas benda-benda bergerak maupun tidak bergerak, benda-benda bergerak seperti beberapa senjata, alat rumah tangga ataupun perlengkapan peribadatan (keagamaan). Bangunan-bangunan yang berlatar agama Islam, baik masa awal perkembangan Islam, maupun perkembangannya di Cirebon telah banyak diungkapkan oleh beberapa pakar sejarah ataupun Arkeologi Islam baik dalam dan luar negeri. Berdasarkan hasil laporan Sub dinas Kebudayaan dan pariwisata Kota Cirebon pada bulan april 2002 terdapat makam kuno yaitu;  Makam Syekh Birawa, Makam Ki Gede Mangsi, Pangeran Panta Kusuma dan Makam Eyang Begawan Ilyas (Sunan Penggung) yang dianggap merupakan penemuan baru dan belum pernah dilakukan penelitian. Oleh karena itu penulis mencoba untuk meneliti salah satu dari situs diatas tersebut.
B.     Rumusan Masalah
Dalam pembahasan ini kami akan membahas beberapa poin inti sebagai berikut :
1.      Sejarah Situs Makam Syekh Birawa
2.      Letak dan Geografis
3.      Bentuk fisik Situs Masjid dan Makam Syekh Birawa

C.    Ruang Lingkup Pembahasan
Kami akan memfokuskan pembahasan pada kajian situs Makam Syekh Birawa yang sumbernya berupa wawancara dan dari internet.
D.    Tujuan Penelitian.
Diharapkan mahasiswa dan masyarakat mengetahui keberadaan situs tersebut sehingga mereka bisa mempelajari akan pentingnya sejarah, yakni untuk pembelajaran dimasa yang akan datang. Dengan adanya peninggalan Situs Masjid dan Makam Syekh Birawa,  kita bisa mempelajari bagaimana perjuangan orang-orang zaman dahulu dalam menyebarkan Islam dengan proses yang begitu indah dengan masyarat pada saat itu, seperti menciptakan atau mengikuti tradisi tanpa melanggar syariat Islam yang sudah ditentukan di dalam nash Al-Qur’an maupun Hadits, ataupun memporak-porandakan tradisi yang sudah ada. Oleh karena itu, kita sebagai bangsa Indonesia, harus menjaga dan memelihara peninggalan sejarah masa silam, karena untuk bekal kita di masa depan kelak.










BAB II
PEMBAHASAN
A.    METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang kami gunakan adalah metode observasi data lapangan. Yang dilakukan dengan terjun langsung kelapangan yaitu ke Situs Masjid dan Makam Syekh Birawa yang berada di RT 03 RW 04 Kalitanjung Timur, Kota Cirebon, dimana dahulu daerah tersebut merupakan lokasi Syekh Birawa dalam mendirikan masjid dan peguron membantu Sunan Gunung Jati untuk menyebarkan agama Islam.
Observasi data lapangan yang kami lakukan adalah dengan teknik wawancara dengan narasumber yang dianggap memahami tentang seluk beluk situs tersebut, untuk memperoleh gambaran mengenai benda-benda peninggalan Syekh Birawa yang berada di daerah kalitanjung Timur. Selain teknik wawancara,  teknik survey juga menjadi cara kami dalam menggali data seputar situs Masjid nan Makam Syekh Birawa dan benda-benda arkeologi yang ada didalamnya yang masih tersisa yang kemudian di analisis secara mendalam guna mendapatkan kesimpulan yang tepat berkaitan dengan benda cagar budaya tersebut.
1.      Pengumpulan data
Penelitian ini menggunakan data lapangan. Data lapangan dalam penelitian ini adalah sisa-sisa peninggalan arkeologis berupa struktur dan unsur bangunan serta kaitan benda-benda arkeologis lainnya. Fokus penelitian ini diarahkan pada pengumpulan data fisik peninggalan arkeologis dan konteks yang ada di Situs Masjid dan Makam Syekh Birawa.

2.      Pengolahan Data
Pada tahap pengolahan data ini dilakukan analisis yang mencakup
·         Analisis benda, berupa bentuk, susunan struktur/bangunan.
·         Analisis kontekstual, berupa kajian sebaran ruang dan hubungan lokasional.

B.     HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.      Sejarah
Masjid dan situs Makam Syekh Birawa berlokasi di RT 03 RW 04 Kalitanjung Timur, Kota Cirebon. Masjid dan makam itu dulunya masih berada di bawah Kasultanan Kasepuhan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir tidak memiliki juru kunci atau juru pelihara. Konon, di lokasi itulah Syekh Birawa mendirikan masjid dan peguron membantu Sunan Gunung Jati untuk menyebarkan Islam.
Kondisi masjid jauh berbeda dengan situs pesarean. Masjid yang dulunya dibangun sekitar abad ke 15 itu sudah direnovasi secara total sehingga bangunan asli masjid itu sudah hilang tak berbekas. Menurut tokoh masyrakat setempat, Mang Rebo, masjid itu dulunya bernama Masjid Jami Kalitanjung. Namun kemudian di masa Wali Kota Khumaedi nama masjid itu dikembalikan menjadi Masjid Syekh Birawa.
“Dulunya masjid ini seperti Tajug Agung yang di Kanoman, tapi kemudian direnovasi secara bertahap sehingga keaslian bangunan masjid sudah tidak ada,” ucapnya kepada kami, kemarin. Pengembalian nama masjid itu sendiri berarti sangat penting. Hal ini mengingat antara masjid dan pesarean Syekh Birawa saling berkaitan dalam mengembangkan Islam di Cirebon.
Lokasi keduanya terpisah oleh sungai Suba. Sehingga untuk menuju pesarean, pengunjung harus berjalan kaki, dan menyeberangi sungai. Letak pesarean Syekh Birawa sendiri berada di pemakaman umum, tepatnya di bawah pohon besar. Menurut Rebo, dulu pernah dibangunkan semacam bangunan di atas pesaeran itu. Namun bangunan itu roboh kembali. Hal ini yang membuat pesaeran tersebut terlihat berbeda dengan yang lain. Di mana pesarean itu berlokasi di tempat terbuka, tanpa bangunan serta atap.
Selain terdapat pesarean Syekh Birawa, ada juga bongkahan batu bata merah yang berukuran besar di daerah tersebut. Lokasi batu bata itu berada di sepanjang bibir kali. Konon itu diduga bongkahan bangunan itu merupakan semacam peguron yang didirikan oleh Syekh Birrawa. Tak hanya itu, menurut Rebo, ada juga peninggalan lain yang saat ini masih tersimpan di Masjid Syekh Birawa, yakni benda pusaka seperti keris dan tombak. Tak kalah menarik ada juga peninggalan Alquran bertuliskan tangan.
Syekh Birawa sendiri berdasarkan catatan Babad Tanah Cirebon “Nyi Mas Kalitanjung” yang ditulis Masduki Sarpin, ialah seorang adipati yang secara tidak sengaja berguru agama Islam di Pengguron Gunung Jati. Dia bernama Raden Birawa, merupakan keponakan dari Prabu Siliwangi. Syekh Birawa sendiri ke daerah Cirebon untuk menyusul Pangeran Walangsungsang (Mbah Kuwu) yang sudah lama berada di Pangguron Islam Gunung Jati.
Pada masa Cirebon berkembang menjadi kasultanan, Raden Birawa diajak tinggal di lingkungan keraton sebagai penasehat bersama Pangeran Walangsungsang. Oleh Mbah Kuwu Putri Raden Birawa yang bernama Nyi Mas Sekar Kemuning dijodohkan dengan Pangeran Ngungsi alias raden Martakusuma. Dari perkawinan itu kemudian dikaruniai seorang putri diberi nama Nyi Mas Kalitanjung.
Masih menurut Pak Rebo, ada beberapa versi asal usul nama Kalitanjung. Ada yang menyebut karena keberadaan kali Suba dan pohon Tanjung. Ada pula yang menyebutkan nama itu diambil dari nama anak dari Syekh Birrawa yakni Nyi Mas Kalitanjung.

 TATA LETAK DAN GEOGRAFIS
Situs Kalitanjung secara administratif berada di desa Kalitanjung Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon. Secara Geografis berada pada posisi 06’ 44’ 914’’ Ls dan 108’ 32’ 332”BT dengan ketinggian kurang lebih 95 m, diatas permukaan air laut. Untuk mencapai lokasi dapat di tempuh dengan dua rute,  rute pertama melalui perumahan penduduk (Sebelah Barat Pasar Kalitanjung) hingga masjid Syekh Birawa, Selanjutnya dengan menyeberangi sungai Kalitanjung Sedangkan rute ke dua dapat ditempuh dengan melalui jalan raya (Cirebon-Kuningan) hingga pertigaan penggung.  Dari pertigaan Penggung dilanjutkan dengan berjalan kaki kurang lebih 400 m kearah Utara melintasi pemakaman China. Ketiga makam tersebut berada dikomplek pemakaman Umum. Makam Syekh Birawa dan Makam Ki Gede  Mangsi (Pageran Partakusuma) berada dipemakaman Umum Islam yang terletak kurang lebih 300 m. Sebelah barat dari masjid Syekh Birawa atau terletak disebelah Barat dari sungai Kalitanjung.  Sedangkan Makam Eyang Begawan Ilyas (Sunan Penggung), berada dipemakaman Cina, ditepi barat dari sungai Kalitanjung atau kurang lebih 100 m sebelah utara dari pertigaan penggung.
C.    BENTUK FISIK SITUS MASJID DAN MAKAM SYEKH BIRAWA
1.      Masjid
Dimana sudah dijelaskan diatas, bahwa bentuk fisik Masjid sudah hilang ditelan zaman. Dulunya masjid ini memang seperti Tajug Agung yang ada di keraton Kanoman, tapi kemudian direnovasi secara bertahap sehingga keaslian bangunan masjid sudah tidak ada lagi. Kami mencoba mencari alternatif lain dengan mencari foto ataupun bukti apapun yang bisa menggambarkan masjid tersebut. begitu juga menurut pak Rebo, foto dan lain sebagainya memang sudah hilang dan tidak bisa ditemukan lagi. Pengurus DKM Masjid hanya menyimpan beberapa peninggalan-peninggalan di belakang masjid dengan perawatan seadanya, “bahkan sebagian banyak yang sudah hilang, tidak tau dicuri atau kemana” celoteh pak Rebo kepada kami.
Gambar gapura masjid yang berada di samping kiri masjid
Gambar masjid tampak depan
Gambar masjid tampak samping


Benda-benda yang masih bertahan dan tersimpan di belakang masjid diantaranya adalah,  Seperti dibawah ini:
Gambar 1.
Ket : ini adalah salah satu mushaf Al-Qur’an peninggalan Syekh Birawa yang ditulis dengan tangan.
Gambar 2.
Ket : ini kalo tidak salah dengar adalah ketu’ citakan topong, fungsinya adalah untuk wadah kinang, bentuknya seperti mangkok.


Gambar 3.
Ket : yang dibawah anak panah tersebut namanya adalah klenting(kendi) mungil.
Gambar 4.
Ket : ini adalah sebagian senjata yang digunakan pada masa itu, diantaranya keris, golok, tombak dsb.
2.      Makam
Makam beliau terlatak tidak jauh dari masjid. Lokasi keduanya terpisah oleh sungai Suba. Sehingga untuk menuju ke makam, pengunjung harus berjalan kaki, dan menyeberangi sungai. Letak makam Syekh Birawa sendiri berada di pemakaman umum, tepatnya di bawah pohon besar. Menurut Pak Rebo, dulu pernah dibangunkan semacam bangunan di atas makam itu. Namun bangunan itu roboh kembali. Konon dahulu Syekh Birawa pernah berpesan bahwa nantinya jika jasad beliau dimakamkan, jangan ada yang memberinya peneduh atau hiasan apapun. Hal ini yang membuat makam tersebut terlihat tidak berbeda dengan yang lain. Di mana makam itu berlokasi di tempat terbuka, tanpa bangunan serta atap.
Gambar 6. Tampak samping.
Gambar 7. Tampak depan.
Gambar 8. Tampak serong.
Selain terdapat makam Syekh Birawa, ada juga bongkahan batu bata merah yang berukuran besar di daerah tersebut. Lokasi batu bata itu berada di sepanjang bibir kali. Konon itu diduga bongkahan bangunan itu merupakan semacam peguron yang didirikan oleh Syekh Birrawa.
Gambar .9
Di sebelah pojok komplek makam, terdapat Makam Ki Gede Mangsi yang merupakan anak dari Syekh Birawa yang menikah dengan Nyi Sekar Kemuning, yang nantinya mempunyai seorang puteri yang bernama Nyi mas kalitanjung, yang sekarang makamnya berada di sekitar  makam Gunung Jati.

Gambar 9. Tampak dalam.
            Kita bisa lihat bagaimana letak bangunan tersebut. Sangat berdekatan dengan sungai yang lumayan besar dibelakangnya. Tumpukan batu bata tersebut adalah pagar pembatas peguron Syekh Birawa dalam menyebarkan Islam. Tumpukan batu bata itu mengitari sekitar kompleks makam. Diperkirakan pembangunan tersebut sekitar abad 15 dan 16 ketika semasa dengan Mbah Kuwu Cirebon II (Pangeran Cakrabuana). Batu bata tersebut dipenuhi dengan lumut yang lumayan tebal, Suhu dan keadaan tanah disekitar juga sangat lembab dan terlihat seperti hutan. Jadi tidak aneh lagi jika keadaan yang terlihat sekarang sudah tidak utuh seperti dahulu.



DENAH LOKASI







Daftar Pustaka

Hasil wawancara dengan penjaga makam Syekh Birawa (Pak Rebo)
Cirebon, Radar. http://www.radarcirebon.com/masjid-dan-pesarean-syekh-birawa-di-kalitanjung-minim-perhatian.html diakses pada pukul 22.10, hari senin tangal 28 maret 2016.
Disporbudpar. http://disporbudpar.cirebonkota.go.id/2015/10/26/sekilas-tentang-peninggalan-sejarah-dan-purbakala-kota-cirebon/ diakses pada pukul 22.20 hari senin tanggal 28 maret 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar