BAB I
Pendahuluan
1.
Latar
Belakang
Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa banyak sekali
perbedaan pandangan tentang Khalifah Ustman. Terutama saat di angkatnya beliau
sebagai Khalifah dan saat sistem pemerintahan yang dibuat beliau beserta
jajarannya.Mekanisme pemilihan khalifah ditentukan sebagai berikut: Pertama,
yang berhak menjadi khalifah adalah yang dipilih oleh anggota formatur dengan
suara terbanyak. Kedua, apabila suara terbagi secara berimbang,Abdullah bin
Umar yang berhak mentukannya. Ketiga, apabila campur tangan Abdullah bin Umar
tidak diterima, calon yang dipilih oleh Abd Ar-Rahman bin Auf harus diangkat
menjadi khalifah.
Banyak faktor yang membuat kinerja beliau menjadi
timbul pro dan kontra, bagaimana tidak? Di balik keluguan beliua, banyak
anggota keluarganya yang ingin menduduki kursi pemerintahan, lama kelamaan
masyarakat mulai gerah dengan kejadian tersebut.Dalam hal ini banyak sekali prasangka buruk yang
ditujukan kepada khalifah, karena banyak versi yang beredar bahwa khalifah
ustman bersikap nepotisme. Hal ini memang sudah tidak asing lagi bagi pembaca
yang mungkin hanya membaca sekilas tentang beliau. Pandangan ini tak selamanya
benar, karena sumber yang beredar pada saat itu adalah karena politik.
2. Rumusan
Masalah
A. Bagaimana
sistem pengangkatan khalifah Ustman?
B. Bagaimana
perluasan Islam di masa khalifah Ustman?
C. Bagaimana
sistem pemerintah pada masa khalifah Ustman?
3. Tujuan
masalah
A. Untuk
mengetahui sistem pengangkatan khalifah Ustman
B. Untuk
mengetahui perluasan Islam di masa khalifah Ustman
C. Untuk
mengetahui sistem pemerintahan pada masa Ustman
BAB II
Pembahasan
Islam pada Masa Utsman bin Affan I
Sebelum
meninggal, Umar telah memanggil tiga calon penggantinya, yaitu Utsman, Ali dan
Sa’ad bin Abi Waqqash. Dalam pertemuan dengan mereka secara bergantian, Umar
berpesan agar penggantinya tidak mengangkat kerabat sebagai pejabat (Munawwir
Syadzali, 1993: 30). Di samping itu, Umar telah membentuk dewan formatur yang
bertugas memilih penggantinya kelak. Dewan formatur yang dibentuk Umar berjumlah
6 orang. Mereka adalah Ali, Ustman , Sa’ad bin Abi Waqqash, Abd Ar-Rahman bin
Auf, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah. Di samping itu, Abdullah bin
Umar dijadikan anggota, tetapi tidak memiliki hak suara.
Mekanisme
pemilihan khalifah ditentukan sebagai berikut: Pertama, yang berhak menjadi
khalifah adalah yang dipilih oleh anggota formatur dengan suara terbanyak.
Kedua, apabila suara terbagi secara berimbang (3:3), Abdullah bin Umar yang
berhak mentukannya. Ketiga, apabila campur tangan Abdullah bin Umar tidak
diterima, calon yang dipilih oleh Abd Ar-Rahman bin Auf harus diangkat menjadi
khalifah. Kalau masih ada yang menentangnya, penentang tersebut hendaklah
dibunuh (Hasan Ibrahim Hasan, 1954: 254-5).
Anggota
yang khawatir dengan tata tertib pemilihan tersebut adalah Ali. Ia khawatir Abd
Ar-Rahman yang mempunyai kedudukan strategis ketika pemilihan tidak bisa
berlaku adil, karena antara Umar dan beliau terdapat hubungan kekerabatan.
Akhirnya, Ali meminta Abd Ar-Rahman berjanji untuk berlaku adil, tidak memihak,
tidak mengikuti kemauan sendiri, tidak mengistimewakan keluarga, dan tidak
menyulitkan umat. Setelah Abd Ar-Rahman berjanji, Ali pun menyetujuinya .
Setelah
Umar wafat, Abd Ar-Rahman meminta pendapat kepada anggota formatur secara
terpisah untuk merumuskan pengangkatan khalifah. Hasilnya muncul dua kandidat khalifah,
yaitu Ustman dan Ali. Ketika diadakan pemilihan suara di luar sidang formatur,
terjadi silang pemilihan, Ali dipilih oleh Ustman dan Ustman dipilih oleh Ali.
Di samping itu, Zubair dan Sa’ad bin Abi Waqqash mendukung Ustman. Sementara
Thalhah dan Zubair tidak ditanyai pendapat dan dukungannya karena keduanya
ketika itu sedang berada di luar Madinah sehingga tidak sempat dihubungi.
Selanjutnya Abd Ar-Rahman bermusyawarah dengan masyarakat dan sejumlah pembesar
diluar anggota formatur. Ternyata, suara di masyarakat telah terpecah menjadi
dua, yaitu kubu Bani Hasyim yang mendukung Ali dan kubu Bani Umayyah mendukung
Ustman.
Kemudian,
Abd Ar-Rahman memanggil Ali dan menanyakan kepadanya, seandainya dia dipilih
menjadi khalifah, sanggupkah dia melaksanakan tugasnya berdasarkan Al-Qur’an,
Assunah, dan kebijaksanaan dua khalifah sebelumnya? Ali menjawab bahwa dirinya
berharap dapat berbuat sejauh pengetahuan dan kemampuannya. Abd Ar-Rahman
berganti mengundang Ustman dan mengajukan pertanyaan yang sama kepadanya.
Dengan tegas Ustman menjawab, “Ya ! Saya sanggup.” Berdasarkan jawaban itu, Abd
Ar-Rahman menyatakan, “ Ustman sebagai khalifah ketiga, dan segeralah dilaksanakan
bai’at.“ Waktu itu, usia Ustman tujuh puluh tahun. Dalam hubungan ini, patut
dikemukakan bahwa Ali sangat kecewa atas cara yang dipakai oleh Abd Ar-Rahman
tersebut dan menuduhnya bahwa sejak semula ia sudah merencanakannya bersama
Ustman. Sebab kalau Ustman yang menjadi khalifah, berarti kelompok Abd
Ar-Rahman bin Auf yang berkuasa.[1]
Sumber-sumber
mengenai sikap ali terhadap Usman ini masih saling berbeda, yang sukar sekali
untuk dapat mengukuhkan salah satunya. Ibn Sa’d dengan sanadnya menyebutkan,
bahwa orang pertama yang membaiatUsman adalah Abdur-Rahman bin Auf, kemudian
Ali bin Abi Thalib. Dengan sanad lain ia menuturkan, bahwa ali adalah orang
pertama yang membaiat Usman, kemudian berturut-tutut yang lain juga
membaiatnya. Ibn Kastir menuturkan bahwa Abd Rahman di mimbar duduk di tempat
duduk Nabi, dan sesudah di baiat Ustman didudukkan di tingkat kedua. “orang
datang beramai-ramai membaiatnya. Yang pertama kali membaiat adalah Ali, malah
ada yang mengatakan justru dia yang terakhir.”
Masa
pemerintahan Ustman bin Affan termasuk yang paling lama apabila dibandingkan
dengan khalifah lainnya, yaitu selama 12 tahun; 24-36 H./644-656 M. Umar 10
tahun 13-23 H/ 634-644 M, Abu Bakar 2 tahun 11-13 H/632-634 M, dan Ali 5 tahun
36-41 H./656-661 M. Awal pemerintahan Ustman kira-kira 6 tahun masa
pemerintahnnya penuh dengan berbagai prestasi.
Perluasan Islam di Masa Ustman bin Affan
Perluasan Islam
di masa Usman dapat disimpulkan pada dua bidang :
1.
Menumpas pendurhakaan
dan pemberontakan yang terjadi di beberapa negeri yang telah masuk ke bawah
kekuasaan Islam di zaman Umar.
2.
Melanjutkan perluasan
Islam ke daerah-daerah yang telah terhenti saat perluasan Islam di masa Umar.
Dibawah
ini akan dijelaskan secara ringkas perluasan Islam dalam kedua bidang tersebut:
1.
Menumpas pendurhakaan
dan pemberontakan
Setelah
khalifah Umar wafat, ada daerah-daerah yang mendurhakai pemerintahan Islam.
Pendurhakaan itu ditimbulkan oleh pendukung-pendukung pemerintahan yang lama, yang ingin
mengembalikan kekuasaannya. Terutama daerah Khurasan dan Iskandariah.
Pemberontakan
di Khurasan dicetuskan oleh pendukung pemerintahan yang lama. Adapun kota
Iskandariah telah diserang kembali oleh bangsa Romawi. Dikirimnya tentara yang
di bawah pimpinan seorang panglima Armenia bernama Manuel. Pemberontakan ini
dapat ditumpas oleh Usman dengan mengirimkan tentara yang banyak jumlahnya
dengan perlengkapan yang cukup. Akhirnya mereka dapat mengembalikan keamanan
dalam daerah tersebut.
2. Perluasan
Islam
Perluasan Islam telah
dicapai pada masa Umar. Perluasan ini di masa Ustman telah bertambah dengan
perluasan ke laut. Kum muslim telah mempunyai angkatan laut. Di masa Usman,
negeri-negeri : Barqah, Tripoli Barat dan bagian selatan negeri Nubah, Armenia,
Thabaristan, sungai Jihun (Amu Daria).[2]
Perluasan
Islam telah mencapai Asia dan Afrika , seperti daerah Herat, Kabul ,Ghani , dan
Asia tengah, juga Armenia , Tunisia , Cyiprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa
dari persia, dan berhasil menumpas pemberontakan yang dilakukan orang persia.
Dalam bidang sosial budaya, Ustman bin Affan telah membangun bendungan besar
untuk mencegah banjir dan mengatur pembagian air ke kota. Membangun jalan,
jembatan, masjid, rumah penginapan para tamu dalam berbagai bentuk, serta
memperluas Masjid Nabi di Madinah.
Peperangan
yang terjadi pada masa ini adalah Perang
Zatis Sawari “Perang Tiang Kapal” , suatu peperangan ditengah lautan yang
belum pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW., Khalifah Abu Bakar, dan Umar.
Di sebut Zatis Sawari, karena pada
perang tersebut dilakukan di Laut Tengah dekat kota Iskandariyah antara tentara
tentara Romawi dibawah pimpinan Kaisar Constantine dengan laskar kaum Muslimin
dibawah pimpinan Abdullah bin Abi Sarah, Umat Islam mengerahkan kurang lebih
200 kapal.
Setelah
melewati masa yang penuh dengan prestasi, pada paruh terakhir,khalifah
menghadapi pemberontakan dan pembangkangan di dalam dan luar negeri. Di dalam
negeri, pemberontakan lebih terpusat pada kebijakan-kebijakan khalifah yang
nepotis, harta kekayaan umum yang hanya berputar pada kalangan keluarga dan
sikapnya yang tidak tegas terhadap sahabat utama. Adapun diluar negeri,
pemberontakan lebih banyak berasal dari negeri-negeri yang ditaklukkan, seperti
Romawi dan Persia yang menambah dendam dan sakit hati karena sebagian
wilayahnya telah diambil oleh kaum muslim. Juga fitnah yang di sebarkan oleh
orang yahudi dari suku Qainuka dan Nadhir serta Abdullah bin Saba.
Pemberontakan dan pembangkangan ini menyebabkan tewasnya khalifah pada tahun 35
H.
Sistem Pemerintahan
Visi
Msi khalifah Ustman bin Affan dalam menjalankan kekhalifahannya, dapat dilihat
dari isi pidato setelah Ustman bin Affan dilantik atau dibai’at menjadi
khalifah ketiga negara Madinah, ia menyampaikan pidato penerimaan jabatan
sebagai berikut :
“Sesungguhnya
kamu sekalian berada dinegeri yang tidak kekal dan dan dalam pemerintahan yang
selalu berganti. Maka bersegeralah kamu berbuat baik menurut kemampuan kamu
untuk menyongsong waktu akhir kamu. Maka sampailah waktunya untuk saya
berkhidmat kepada kamu setiap saat. Ingatlah sesungguhnya dunia ini diliputi
kepalsuan maka janganlah kamu dipermainkan kehidupan dunia dan janganlah
kepalsuan mempermainkan kamu terhadap Allah . Beriktibarlah kamu dengan orang
yang telah lalu, kemudian bersungguh-sungguhlah dan jangan melupakannya, karena
sesungguhnya masa itu tidak akan
melupakan kamu . Dimanakah didunia terdapat pemerintahan yang bertahan lama ?
Jauhkanlah dunia sebagai mana Allah telah memerintahkannya, tuntutlah Akhirat
sesungguhnya Allah telah memberikannya sebagai tempat yang lebih baik bagi
kamu. Allah berfirman, ‘Dan berilah perumpamaan kepada mereka(manusia),
kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang kami turunkan dari langit, maka
menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan
itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Allah maha kuasa atas segala
sesuatu. (Q.S. Al-Kahfi/18: 45).
Bagian lain dari
isi pidato pelantikannya sebagaimana dikutip oleh Al-Maududi dan Ath- Thabari
juga dikutip oleh Suyuthi pulungan,
“Sesungguhnya tugas ini telah
dipikulkan kepadaku dan aku telah menerimanya dan sesungguhnya aku adalah
seorang muttabi’ (pengikut sunah
Rasul) dan bukan mubtadi’ (orang yang
berbuat bid’ah). Ketahuilah bahwa kalian berhak menuntut aku mengenai tiga hal,
Selain kitab Allah dan sunah Nabi, yaitu mengikuti apa yang telah dilakukan oleh
orang-orang sebelumku dalam hal –hal yang kamu sekalian telah dilakukan
oarang-orang sebelumku dalam hal-hal yang kamu sekalian telah bersepakat dan
telah kamu jadikan kebiasaan dan mencegah diriku bertindak atas kamu, kecuali
dalam hal-hal yang kamu sendiri menyebabkannya”.
Pidato diatas
menggambarkan dirinya sebagai sufi, dan citra pemerintahannya lebih bercorak
agama ketimbang corak politik. Dalam pidato itu, Ustman mengingatkan beberapa
hal penting :
1)
Agar umat islam selalu
berbuat baik sesuai kemampuan sebagai bekal menghadapi hari kematian dan
akhirat sebagai tempat yang lebih baik yang disediakan oleh Allah;
2)
Agar umat Islam jangan
terperdaya kemewahan dunia yang penuh kepalsuan sehingga membuat mereka lupa
kepada Allah;
3)
Agar umat Islam mau
mengambil iktibar pelajaran dimasa lalu, mengambil yang baik dan menjauhkan
yang buruk;
4)
Sebagai khalifah ia
akan melaksanakan perintah Al-Qur’an dan sunnah Rasul;
5)
Ia akan meneruskan apa
yang telah dilakukan pendahulunya, juga akan membuat hal-hal baru yang membawapada
kebajikan ; dan
6)
Umat Islam boleh
mengkritiknya bila ia menyimpang dari ketentuan hukum.
Pelaksanaan tugas eksekutif pusat di bantu oleh sekretaris negara dan
dijabat oleh Marwan bin Hakam, anak paman khalifah. Jabatan ini sangat
strategis, karena mempunyai wewenang untuk memengaruhi keputusan khalifah.
Karena dalam praktiknya, marwan tidak hanya sebagai sekretaris negara, tetapi
juga sebagai penasihat pribadi khalifah. Selain itu, Ustman juga dibantu oleh
pejabat pajak, pejabat kepolisian, pejabat keuangan (Baitul Mal) seperti pada
masa pemerintahan Umar.
Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan di
daerah, khalifah Ustman memercayakannya kepada seorang gubernur untuk setiap
wilayah atau provinsi. Pada masanya, wilayah kekuasaan negara Madinah dibagi
menjadi sepuluh provinsi:
1.
Nafi’ bin Al-Haris
Al-Khuza’i, amir wilayah mekah;
2.
Sufyan bin Abdullah
Ats-Tsaqafi, amir wilayah Thaif;
3.
Ya’la bin Munabbih
Halif Bani Naufal bin Abd Manaf, amir wilayah Shan’a;
4.
Abdullah bih Abi
Rabiah, Amir wilayah Al- Janad;
5.
Ustman bin Abi Al-Ash
Ats- Tsaqafi, amair wilayah Bahrain;
6.
Al Mughiroh bin Syu’bah
Ats-Tsaqafi, amir wilayah Kufah;
7.
Abu Musa Abdullah bin
Qais Al- Asy’ari, amir wilayah Bashrah;
8. Muawiyyah
bin Abi Sufyan, amir wilayah Damaskus;
9.
Umar bin Sa’ad, Amir wilayah
Himsh; dan
10.
Amr bin AL-Ash
As-Sahami, Amir wilayah mesir.
Setiap amir atau gubernur adalah wakil khalifah di
daerah untuk melaksanakan tugas administrasi pemerintahan dan bertanggung jawab
kepadanya. Seorang amir diangkat dan diberhentikan oleh khalifah. Kedudukan
gubernur disamping kepala pemerintahan daerah, juga sebagai pemimpin agama,
pemimpin ekspedisi militer, penetap undang-undang, dan pemutus perkara, yang
dibantu oleh katib (sekretaris), pejabat pajak, pejabat keuangan, dan pejabat
kepolisian.
Adapun kekuasaan legislatif dipegang oleh dewan
penasihat atau ‘Majelis Syura’, tempat khalifah mengadakan musyawarah atau
konsultasi dengan para sahabat Nabi terkemuka. Majelis ini memberikan saran dan
nasihat kepada khalifah tentang berbagai masalah penting yang dihadapi negara.
Akan tetapi, pengambil keputusan terakhir berada ditangan khalifah. Artinya
berbagai peraturan dan kebijaksanaan, diluar ketentuan Al-Qur’an dan Sunah
Rasul, dibicarakan didalam majelis itu dan diputuskan oleh khalifah atas persetujuan
anggota majelis. Dengan demikian majelis syura diketuai oleh khalifah.
Jadi, kalau Majelis Syura ini disebut sebagai
lembaga legislatif, ia tidak sama dengan lembaga legislatif yang dikenal
sekarang yang memiliki ketua sendiri. Bagaimanpun, dengan adanya Majelis Syura
telah ada pendelegasian kekuasaan dari khalifah untuk melahirkan berbagai
peraturan dan kebijaksanaan. Dari fungsi ini, ia dapat dikatakan sebagai
lembaga legislatif untuk zamannya.
Karya besar monumental Khalifah Ustman adalah membukukan
mushaf Al-Qur’an. Pembukuan ini di dasarkan atas alasan dan pertimbangan untuk
mengakhiri perbedaan bacaan dikalangan umat Islam yang diketahui pada saat
ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan. Pembukuan ini dilaksanakan oleh
suatu kepanitiaan yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit.
Adapun kegiatan pembangunan di wilayah Islam yang
luas itu, meliputi pembangunan daerah-daerah pemukiman, jembatan, jalan,
masjid, wisma tamu, pembangunan kota-kota baru yang kemudian tumbuh pesat.
Semua jalan yang menuju ke Madinah dilengkapi dengan khalifah dan fasilitas
bagi para pendatang. Masjid Nabi di Madinah diperluas. Tempat persediaan air
dibangun di Madinah , di kota-kota padang pasir, dan di ladang-ladang
peternakan unta dan kuda. Pembangunan berbagai sarana umum ini menunjukkan
bahwa Ustman sebagai khalifah sangat memerhatikan kemaslahatan publik sebagai
bentuk dari manifestasi kebudayaan sebuah masyarakat.[3]
BAB
III
Penutup
1. Kesimpulan
Setelah
Umar wafat, Abd Ar-Rahman meminta pendapat kepada anggota formatur secara
terpisah untuk merumuskan pengangkatan khalifah. Hasilnya muncul dua kandidat khalifah,
yaitu Ustman dan Ali. Khalifah Ustman dingkat sebagai khalifah pada umur 70
tahun. citra pemerintahannya lebih bercorak agama ketimbang corak politik.Perluasan
Islam telah mencapai Asia dan Afrika, seperti daerah Herat, Kabul, Ghani, dan
Asia tengah, juga Armenia, Tunisia, Cyiprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa
dari persia, dan berhasil menumpas pemberontakan yang dilakukan orang persia.kekuasaan
legislatif dipegang oleh dewan penasihat atau ‘Majelis Syura’, tempat khalifah
mengadakan musyawarah atau konsultasi dengan para sahabat Nabi terkemuka.
2. Kritik
dan Saran
Penulis
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberi sumbangsi kepada
kami dalam penyelesaian makalah ini. Dan tentunya penulis juga menyadari,
bahwa masih terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan pada makalah ini. Hal ini Karena keterbatasan kemampuan dari penulis.
Oleh karena itu, penulis senantiasa menanti kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak guna penyempurnaan makalah ini. Dan semoga para
pembaca tidak mudah puas dengan materi yang kami bahas.
DAFTAR
PUSTAKA
Supriyadi, Dedi, 2008, Sejarah
Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Syalabi, Ahmad, 1994, Sejarah dan
Kebudayaan Islam, Jakarta Pusat: Pustaka Alhusna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar